agraria (11) agribisnis (6) agriculture (3) agriculture innovation system (1) AIS (1) ASEAN (1) badan riset dan inovasi nasional (1) balai penyuluhan pertanian (1) beras (1) berdagang secara Islami (1) bertani dan berdagang secara Islami (1) bertani secara Islami (1) big data (1) bisnis (1) BPP (1) BRIN (1) buku (2) Buku Pertanian dunia 2020 (1) demo (1) ekonomi pertanian islam (1) family farming (1) food security (1) food sovereignity (1) hak petani (2) hukum adat (2) ilmu (1) inovasi (1) Iptek (1) Islam untuk petani (1) islamic agricultural economy (1) islamic agricultural socioeconomic (1) islamic food economy (1) kebijakan (19) kecamatan (1) kedaulatan pangan (6) kedaulatan petani atas pangan (2) kelembagaan (23) ketahanan pangan (4) konflik agaria (4) koperasi (2) korporasi (5) korporasi petani (5) korupsi (2) KPK (1) landreform (1) lembaga (18) mahasiswa (1) nelayan (2) organisasi (23) organisasi petani (4) pangan (2) partisipasi (1) pedagang (4) pedesaan (4) pembangunan (11) pembangunan pertanian (3) pembaruan agraria (2) pemberdayaan (5) pembiayaan (1) pendekatan pembangunan (14) penelitian (2) pengetahuan (1) pengukuran kelembagaan (2) pengukuran organisasi (2) penyuluh (7) penyuluhan pertanian (2) penyuluhan pertanian swasta (2) perdagangan (1) pertanian (1) petani (15) petani bermartabat (1) petani kecil (5) pintar (1) PPP (1) Program Serasi (1) public-private partnership (1) rawa (1) reforma agraria (1) sistem (1) sistem inovasi (1) sistem inovasi pertanian (1) social capital (4) sosial ekonomi pertanian islam (1) sosiologi pertanian islam (1) syariah (1) teori (17) valorisasi (1)

Rabu, 04 Desember 2019

Apakah ekonomi pangan Islami ?

Ilmu ekonomi udah umum difahami. Lalu datang ilmu ekonomi pertanian, yg sedikit banyak "diturunkan" dari ilmu ekonomi. Kalau ga salah, ekonomi disusun dari barang2 manufaktur. Barang pertanian bergantung tanah, air, sinar matahari, iklim dll. Beda.

 Namun, bagaimana dengan "ekonomi pangan" ? Karena pertanian ga hanya pangan. Luas. Jika disearch dengan google , food economy atau economi of food belum begitu jelas terbaca seperti apa bangun teori nya. Lebih spesifik lagi, untuk "pangan pokok" (staple food), tentu nya ga bisa hanya sekedar turun menurun dari teori ekonomi, ke ekonomi pertanian, dan lanjut ke ekonomi pangan. Di track yg lain, kita sudah sering dengar "ekonomi Islam", yg sering juga masih ada yg mendekati nya dengan mencari2 bentuk nya dengan mengkomparasi antara ekonomi kapitalis dan sosialis misalnya. Belum betul2 disusun secara bebas dengan basis ayat2 Alquran dan hadist.

Maka, jika kita kawinkan kedua track ini, muncul pertanyaan besar: apakah itu "EKONOMI PANGAN ISLAMI" ?? Tentu di google sampai semalam ini belum ada Islamic food economy. Bro, kira kira ada perlu nya kah kita berfikir apa itu ekonomi pangan Islam? Saya berkeyakinan kita perlu merumuskan ini: bagaimana Islam mengatur pangan pokok dalam satu masy? Saya menduga Islam tidak rela jika kita menjadikan pangan pokok sebagai barang pasar.

Mestinya ia dikelola secara berbeda. Kelaparan terbukti ga beres diurus melalui mekanisme pasar. Ga manusiawi jika urusan perut dikalkulasikan dengan matematika fulus. Ini bagi saya pribadi semua masih sebatas TANYA belaka.

Namun, ...... apakah KEGELISAHAN ini perlu?

Rabu, 06 November 2019

KELEMBAGAAN untuk Korporasi



Apa “kelembagaan”?
Kelembagaan memiliki banyak makna. Yang paling luas adalah bermakna = social relation. Segala urusan yang memaksa dua orang harus berinteraksi karena sesuatu hal = merupakan urusan kelembagaan. Maka, ada yang menyebut bahwa kelembagaan seluas sosiologi itu sendiri. Bukan lagi sekedar cabangnya sosiologi.
Pengertian yang agak sempit, adalah segala sesuatu yang membuat relasi sosial efektif. Kelembagaan disebut efektif bila transaction cost rendah.
Kalau “organisasi” lebih mudah difahami. Social organization = segala sesuatu yang ada pengurusnya, ketua, sekretaris, anggota. Dibentuk kapan, untuk tujuan apa. Itu lah dia kelompok tani, Gapoktan, koperasi, P3A, UPJA, dll.
Kekeliruan selama ini, membuat atau membenahi organisasi sering diklaim telah menyelesaikan urusan kelembagaan. Padahal BELUM.
Simplenya, kelembagaan = bagaimana menyelesaikan masalah. Ada 3 pertanyaan pokok, jangan dibolak balik ya: apa yang mau dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang akan melakukan? Ukurannya adalah mana yang paling baik secara teknis, ekonomi, dan manajerial.
Ga semua harus dibereskan di koperasi. Ada yang bisa diselesaikan melalui:
(1)   Sendiri oleh petani sendiri (menabur benih misalnya),
(2)   Atau harus berelasi dengan orang lain namun berupa individual relation. Misalnya beli obat tikus dari kios saprodi, menghubungi buruh tani untuk membantu macul mopok galeng, dll
(3)   Atau, melalui collective relation. Ya itu dia melalui kelompok tani, koperasi, dll. Disini petani MEWAKILKAN tindakannya ke pihak lain.
Ga semua harus melalui nomor 3, walau kita selalu berfikiran (sadar ga sadar) bahwa BERORGANISASI merupakan cara yang paling ideal.
Untuk pemaknaan lebih simple, “kelembagaan ...... ” diikuti kata kerja, misal “kelembagaan penyediaan benih”, “kelembegaan penyediaan TK”, “kelembagaan pemasaran”, dll. Maka ada “marketting institution” di google.
Kalo “kelembagaan petani” = SALAH. Buktinya, di google ga ada “farmer institution”.
Kalo “organisasi .... “ diikuti kata benda. “Organisasi petani” = OKE.
Apa “tugas tim kelembagaan” ?
Kelembagaan dapat dimaknai secara agak luas. Mencakup dua track sekaligus = track BISNIS dan track ORGANISASI.
Jadi, kelembagaan jangan dibatasi hanya sekedar organization. Tidak sekedar membenahi kelompok tani, ganti pengurus Gapoktan, benahi P3A, atau bikin 3 atau 5 koperasi. Namun, lebih kepada bagaimana bisnis nya berjalan dulu. Apa bisnis yang akan kita buat, apa itu mungkin sec teknis, apa lebih untung, berapa potensi pendapatan, dan lalu siapa yang akan menjalankan.
Setelah kira-kira bisnis jalan, baru organisasi nya akan dibentuk. Begitu.
Berkenaan dengan organisasi, tidak harus dibikin buru-buru. Kenapa? :
1.    Jangan bikin organisasi sebelum bisnis yang akan diurusnya jelas bentuknya. Ntar jadi “koperasi pepesan kosong”. Bikin koperasi kalo dipaksa 2 minggu juga bisa, tapi kemudian nol ga ada kegiatan. Pastinya akan bubar juga.
2.    Jangan buru-buru, kuatir salah orang. Sekali seseorang sudah diangkat, tapi ternyata ga capable ga jujur dll; kan berabe. Jadi sambil mengembangkan bisnis kita lirik-lirik siapa nih yang pas untuk jadi ketua koperasi ntar nya.
Berkenaan dengan bentuk badan hukum korporasi
Ada dua pilihan. Bisa koperasi atau perusahaan. Dua-duanya adalah aktor ekonomi. Sama-sama cari keuntungan, berfikir secara ekonomi juga, efisiensi penting.  Jangan ada fikiran bahwa koperasi seolah sosial, kalau perusahaan bisnis. Dua-dua nya bisnis.
Bedanya lebih kurang, pada aspek internalnya. Kalau di koperasi di dalamnya masih kekeluargaaan lah, ga saklek-saklek amat. Kalau di perusahaan, semua urusan di dalam juga harus formal. Dicatat, resmi, penuh hitungan, dst.
Selain itu, kata-kata orang, urusan pajaknya koperasi lebih simple dibanding perusahaan.
Apa tulang nya kelembagaaan korporasi? : BISNIS
Ya, korporasi adalah bisnis, bekerja secara bsinis, makanya menata kelembagaannya pun secara dari bisnis nya apa. Maka gambarkan kegiatan dari bisnis nya dulu, lalu siapa yang akan menjalankan, dan bagaimana akan dijalankan.
Pertimbangannya ada 3: secara teknis bagaimana cara yang paling mudah, secara ekonomi mana cara yang paling menguntungkan atau yang paling menekan biaya, dan secara manajerial mana yang paling sanggup.  
****

Kelembagaan Korporasi


Seminar hasil sementara di Kementan Studi Rancangan Kelembagaan Agribisnis dan Korporasi pada calon lokasi Program SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani). Seminar dibuka Pak Sekjend, dihadiri Staf Ahli Menteri, Kep Biro Perencanaan, Kapus, para Prof, peneliti, dan staf-staf Kementan.
Intinya kelembagaan bukan pada terbentuknya kelompok tani, Gapoktan, atau perusahaan dan korporasi; tapi pada RELASI yang EFEKTIF. Menurut Teori New Institutionalism (Richard Scott), pilar kelembagaan adalah normatif, regulatif, kultural kognitif, dan organisasi. Keempat nya adalah demi tercapai nya relasi yang efektif, yakni terpola, predictable, berbiaya murah, dst. 

Contoh relasi yg efektif: jika petani mau menjual gabahnya, pembeli ada, langsung datang saat ditelp, harga yang ditawarkan bagus, langsung bayar tunai, timbangan tepat, dst. Efisien. Efektif.
Bukan soal siapa yang belinya, boleh tengkulak, boleh koperasi, boleh korporasi, boleh saja Gapoktan. Jadi bukan aktornya yang penting, tapi perilakunya.

Bayangkan sebuah masyarakat terdiri dari TITIK (mewakili aktor) dan GARIS (mewakili relasi antar aktor), maka kelembagaan fokus pada GARIS. Ilmu kelembagaan percaya bahwa urusan di tengah masyarakat bisa diselesaikan dengan memperbaiki RELASI antar manusia nya. Bukan pada human capital nya, tapi pada social capital nya. Begitu kira2 point nya.

Untuk membedakan secara mudah: kelembagaan selalu diikuti kata kerja, misalnya "kelembagaan pelayanan jasa Alsintan". Kalo organisasi diikuti kata benda. Misalnya: "organisasi UPJA".
Ingat, salah ya menyebut "kelembagaan petani". Di google ga ada "farmer institution". Yang benar: "organisasi petani". di google bejibun "farmer organization". Kira-kira begitu dah. Punten, agak agak terkesan ngajarin.

Selengkapnya silahkan liat2 hasil sementara ini di: https://www.slideshare.net/syahy…/seminar-kementan-rawa-yuti

****

Bagaimana mengukur kelembagaan?


Lagi tentang "kelembagaan" dan "organisasi". Mudah2 an semenjak hari ini tidak ada lagi sengketa antara kita tentang ini. Belajar bareng teman-teman penyuluh BPTP se Indonesia. Mungkin ada yg mau liat2 bahan presentasi, monggo: https://www.slideshare.net/…/metode-kelembagaan-penyuluhan-…
 
Juga ada contoh kuesioner untuk melihar ORGANISASI (Organizational assessment tool: https://www.slideshare.net/…/organization-assessment-tool-y…) versus kuesioner untuk menilai kapasitas KELEMBAGAAN agribisnis (Institutional assessment tool: https://www.slideshare.net/…/institutional-assessment-tool-…).

Ya, kita upayakan agak lebih kuantitatif. Semua coba diangkakan, maka kita menyebutnya assessment tool. Biar lebih terukur, dan mudah dikomparasi, mudah dimonitoring juga.

****

Apa Lembaga, Apa Organisasi ?


Apa itu kelembgaan dan organisasi, bagaimana mengukurnya, dan bagaimana merekayasa kelembagaan dan merekayasa organisasi. Show tunggal 7 jam, hehe semoga mangfaat.

Pada kaget waktu saya katakan penggunaan istilah "kelembagaan" pada UU dan Permentan kleru kabeh. Tidak ada istilah "kelembagaan petani", kerana di google sekalipun ga ada "farmer institution", kalo "farmer organization" banyak. "Marketting institution" ada.

Maka "kelembagaan ....." diikuti kata kerja, kalo "organisasi ......" diikuti kata benda. Begitu dah gampang nya ya. Punten ni sedikit ngajarin. PPL harus menyelesaikan kelembagaan, bukan sekedar bikin kelompok tani. KT, Gapoktan ataupun koperasi, hanya 1 aktor saja dalam menyelesaikan kelmbagaan. Ga harus itu. Pertimbangannya 3: siapa yg paling capable sec teknis, yang lebih provitable, dan jg yg lebih manageable. Kira kira demikian lah.

Silahkan yang perlu bahannya: (1) Perbedaan lembaga dan organisasi (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-1-kelembagaan-vs…), (2) lembaga dan kelembagaan agribisnis (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-2-kelembagaan-ag…), dan (3) Korporasi sebagai KEP (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-3-korporasi-seba…). Juga ada 2 kuesioner: (1) institutional assessment tool (https://www.slideshare.net/…/institutional-assessment-tool-…) dan (2) organizatioan assessment tool (https://www.slideshare.net/…/organization-assessment-tool-y…).

Semoga MANGFAAT, aamiin. ******

Hati Hati di Perang KONSEP

Kita berada pada perang KONSEP : agriculture vs agribussiness vs food security vs food sovereignty vs family farming.

Kita negara berkembang adalah “konsumen konsep”. Apa2 saja dunia tawarkan kita telan, sering tanpa susah-susah mbedainnya. Padahal tiap konsep lahir dari dan mengusung satu ideologi yang saling silang, sikut-sikutan, sering ga sejalan.

Tahun 1950-an lahir agribisnis, diikuti ketahanan pangan 1975 an, food sovereignty lahir 1996, lalu tahun 2012 an keluar family farming. Apa ini iseng, lahir begitu saja? Apakah ini semacam aksi reaksi? Apakah saling meniadakan, ataukah saling melengkapi?
 

Kita mulai dengan “agriculture vs agribussiness” (https://mauiniapaitusyahyuti.blogspot.com/search…). Ini jelas ga sama. Agriculture mengandung kata “culture”. Bertani adalah jalan hidup, sebagai panggilan hidup dan amanah dari Illahi. Mengolah alam adalah sebuah kehormatan, bukan sekedar pekerjaan. Pada agribisnis: bertani sebagai kegiatan bisnis belaka. Mau tanam apa, mau harga berapa, mau dijual kemana: yang penting mana yang lebih untung. Bertani adalah profesi cari duit. Sejak petani membuka diri pada pasar, saat itulah ia “rawan”, membuka diri untuk diserang.
Agribisnis lahir pasca redanya PD II, tahun 1950-an, ini siasatnya negara maju untuk menguasai sumber daya pertanian di negara berkembang, karena kolonisasi sudah ga mungkin. Lalu, mulai 1975 an datang food security.
 

Padahal agribisnis dan ketahanan pangan ga segendang seirama lho. (https://mauiniapaitusyahyuti.blogspot.com/…/agribisnis-vs-k…). Kita lama menjadikan kedua ini seolah satu tarikan nafas saja di Kementan. Apa kita pernah bertanya, sebenarnya “agribisnis untuk ketahanan pangan”, ataukah “ketahanan pangan untuk agribisnis”? Yang mana pendekatan, yang mana tujuan? Ketahanan pangan sedikit banyak lahir karena ternyata agribisnis ga menjamin orang-orang kenyang. Rupanya agribisnis ga menyelesaikan masalah.
 

Lalu keluar food sovereignty (kita secara keliru menerjemahkan menjadi “kedaulatan pangan”, mestinya “Kedaulatan Petani atas Pangan”. Karena ia ga bicara pangan, tapi producers. Ya petani). Ini lahir karena orang melihat food security hanya melihat pangan dan konsumen, kurang merhatiian petani. Pertanian dan pangan berkembang, petani tertinggal di belakang. Orang-orang kota makan enak, petani makan beras sisa. (https://mauiniapaitusyahyuti.blogspot.com/…/ketahanan-panga…).
 

Eh, terakhir lahir lagi “family farming” (pertani keluarga). Makhluk apa lagi ini? (http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/…/…/article/view/8653). Apakah food sovereignty ga cukup, sehingga perlu secara jelas menyebut “family” di situ? Perang masih berlanjut kawan. Hehe, happy week end semua.

*****

INDONESIA Kita: Leluhurnya Orang MANGGARAI berasal dari MINANGKABAU (??).

Di Desa Ruteng Puu Kab Manggarai NTT. Puu artinya "batang" atau "pusat". Ya, disini lah pusat nya suku Manggarai. Menurut penuturan Bapa Tua, dan sebgmana juga diakui orang2 Manggarai umumnya, leluhur mereka adalah orang Minangkabau. Dan di desa ini lah leluhur tsb pertama tinggal.

Sebagai orang Minang saya pun terkaget2. Hehe. Dengan sedikit pendekatan antropologis, saya coba buktikan. Rupanya betul, setidaknya ini terlihat dari destar nya Bapa Tua yg unik Minang, mirip2 destarnya Datuk. Juga ada gong yg digantung sbg benda adat di rumah gendang, dan tanduk kerbau di ujung atap rumah gendang. Ini rumah adat nya orang Manggarai. Setiap beo (kampung) punya banyak rumah adat ini. Satu rumah adat ada satu Tua Golo atau Tua Gendang.

Meskipun ga boleh diperlihatkan ke umum, bapa Tua cerita bahwa mereka masih simpan benda2 pusaka yg asli Minang yaitu keris Minang yg khas, carano, kotak tempat simpan sirih pinang, dll. Beberapa kata yg mirip2 bahasa Minang masih bisa dijumpai disini.
Namun, masih banyak pertanyaan: kapan leluhur Minang ini ke Flores? Saya duga sebelum Islam masuk ke Sumbar.

Gelombang berikutnya adalah para perantau warung Pandang, utamanya dari Toboh dan Pungguang Kasiak (Piaman Laweh), yg saat ini warungnya di Kota Ruteng saja ada puluhan. Para perantau ini mulai tahuan 1980 an atau bahkan sebelumnya. Salut utk para pejuang2 ekonomi kuliner nusantara ini.

Jadi, ....... "Bapa Lambardus kita bersaudara rupanya". Torang samua basaudara. Dirgahayu Indonesia tercinta yg ke 74.

*****

Demo ga Perlu Pintar Dulu

Mahasiswa demo, turun ke jalan, merangsek ke dewan; menuntut penundaan beberapa RUU yang isinya bermasalah. Kali ini bahkan lebih seru lagi, ikut juga anak2 SMA, STM, bahkan katanya anak2 TK udah mulai latihan. Hehe.

Yang sinis, atau mungkin sekedar asal comment bilang: "..... itu anak2 baca ga seeehh pasal2 nya, faham ga seehhh ? Baca aja fales ikut2 an treak".

Santai dulu, jangan langsung emosi.

Mas Bro, dalam segala hal ada tingkatan nya, ada pemimpin ada yg dipimpin. Ada leaders ada followers. Ada pembagian tugas. Nah, dalam hal pernak pernik regulasi ini kan ada gurunya, ya itu para ahli2 hukum, para cendekiawan2 beradab itu, yang tiap dinten koar2 di media massa, TV, koran dan wea. Lah mereka2 kan sudah ceritakan isi nya, sudah simpulkan point nya. Masak ga percaya.
Para dosen, akademisi, dan profesor kan semua sepakat RUU nya banyak cacat. Penuh agenda dan intrik kata orang pintar.

Kira-kira begini lah: kalau ustadz udah bilang suatu perkara haram, walau ente belum faham bahasa Arab, apa ente ga percaya juga? Apa kudu nunggu khatam dulu ilmu nahu sorof? Apa kudu baca langsung dulu tu semua kitab? Ya gak lah.

Jadi, yang demo walau ga baca sepatah pun pasal2 di berbagai RUU tsb ya ....... SYAH-SYAH saja, masuk akal saja, relevan saja pada ikut demo. Mereka kuatir masa depannya gelap gara-gara kita. Mereka belum baca RUU nya tapi kayanya mulai faham dampak jeleknya.
Maka di etika ilmiah misalnya dikenal istilah "sitasi sekunder", yakni mengutip pendapat ahli tentang fikiran seseorang. Itu sangat boleh, dan bahkan sangat baik. "Pembacaan" dari satu buku yang bagus oleh seorang ahli (sebut misalnya sinopsis), bahkan lebih berharga dari buku asli nya tersebut. Bisa saja.

Kira2 bgetu. Untuk Indonesia lebih baik, semoga adek2 diberkahi, selalu dalam lindungan Nya. Yang jadi korban semoga husnul khotimah, ..... aamiin.

Selain itu, menantang mahasiwa berdebat, apalagi di ILC, seperti nya kok salah milih lawan ya. Bapa2 dan ibu2 keren yg sehari2 menguliti kata demi kata dalam UU, PP, Perpres dll; mengaitkan dengan teori hukum, menganalisis dengan dalam; ..... lalu melawan mahasiswa2 yg ilmu nya jelas2 beda, hanya faham rumus kimia, biologi sel mungkin, atau manajemen korporasi modern, IT yang sangat rumit; ..... apa merasa pantas duduk semeja? Master catur melawan juara karambol lah. Dagelan deui.

Radikal yang Mana?

"radicaal" konon aslinya dari Bahasa Londo. Makna nya berfikir sedalam2 nya sampai ke akar2 nya. Beuh ...... bagus dong! Biar di bidang ilmu, bidang seni, ataupun agama: hasil nya akan sangat bagus. Muara nya akan sama: bijak. KEBIJAKAN. Wisedom.

Berfikir sampai dalam akan membuat kita faham benar masalah dgn baik. Maka solusi nya pun akan sangat kuat. Jika di bidang ilmu dan seni akan melahirkan kreatifitas dan inovasi yang keren. Solutif.
Ok, jika sebutlah rupanya proses mencari pemahaman tsb agak2 keliru, jangan lah dihukum hasil fikir nya itu. Kendalikan saja PERILAKU nya. Action nya yg merusak dan mengganggu orang lain itu. 

Maka nya itu, Allah belum menghukum fikiran kita. Niat jahat saja belum dicatat. Kesel, sebel, mangkel ........ asal jangan diomongin, ga diekspresikan di kerut2 muka kita, ga melengos secara atraktif: ..... insyaAllah belum dicatat dosa.

Mungkin begitu ya, setujukah Sis and Bro ??

*****

Mewujudkan BPP sebagai Aktor Utama Lapangan


Kecamatan Sebagai Unit Manajemen Pembangunan Terendah: sebuah pilihan cerdas
Menggunakan kecamatan sebagai basis pengorganisasian pembangunan pertanian di tingkat lapang merupakan sebuah pilihan yang cerdas, meskipun sesungguhnya ide dan berbagai pilot project telah diujicobakan, namun belum ada yang terealisir memuaskan. Misalnya Kecamatan Development Project (KDP) yang didukung World Bank, yang berupaya menjadikan kecamatan sebagai unit manajemen terendah perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan.
Besaran sebuah kecamatan merupakan pilihan yang tepat dimana sebaran geografisnya cukup luas namun masih mampu dimenej secara efektif, sehingga  akan memberikan efisiensi dalam komunikasi, namun cukup besar untuk mencapai satu skala bisnis yang kompetitif. Pada hakekatnya, kecamatan memiliki berbagai dimensi pembangunan, yakni sebagai penghubung komunikasi birokrasi atas bawah, unit administrasi terkecil pada level pelaksanaan pembangunan, koordinasi penyuluhan pertanian, serta sekaligus sebagai unit bisnis yang cukup untuk mewujudkan korporasi petani. Prasarana lain juga telah tersedia di level yang sama misalnya adalah BRI unit, demikian pula dengan pengembangan kawasan pertanian dan korporasi sesuai dengan Permentan No 18 tahun 2018.
Kelembagaan pertanian di level kecamatan adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Saat ini, jumlah  Balai Penyuluhan Pertanian (atau dengan nama yang berbeda tergantung wilayah) di kecamatan terus meningkat, yakni tahun 2013 sebanyak 5.016 unit meningkat terus sampai tahun 2017 menjadi 5.515 unit.  Namun, jumlah ini bahkan belum memenuhi satu BPP per kecamatan, karena pada tahun 2017 ada 7.094 unit kecamatan. 
BPP Sebagai Koordinator Pembangunan Pertanian Di Kecamatan
BPP dapat menjadi inti dari agent of change pembangunan pertanian. Semenjak awal, BPP yang pada tahun 1970an bernama BPMD (Badan Pengembangan Masyarakat Desa), sesungguhnya telah di-setting untuk memiliki berbagai fungsi.  Peran BPP adalah sebagai lembaga penyuluhan, tempat pelatihan petani, sebagai simpul koordinasi pembangunan pertanian dengan melibatkan seluruh stakeholders bahkan di luar Kementan, serta sebagai pusat informasi bisnis yang menyediakan data harga dan peluang pasar berbagai komoditas. Fungsi ini akan dipenuhi karena BPP juga tempat mangkalnya penyuluh pertanian swaday dan swasta (private extension workers).
Selain itu, BPP juga sebagai pengumpul data statitik dan sistem early warning untuk melaporkan dengan cepat dan akurat perkembangan pertanian serta permasalahan mendesak dari lapangan. Artinya, BPP menjadi admin yang memperbaharaui data Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan)
Kondisi BPP Saat Ini
Secara umum, keberadaan kelembagaan penyuluhan saat ini sedang lemah utamanya semenjak dihapuskannya Bakorluh di propinsi dan Bapeluh di kabupaten. Ini merupakan efek dari pelaksanaan UU No 23 tahun 2014 tentang tentang Pemerintahan Daerah, meskipun sesungguhnya sangat mendukung eksistensi penyuluhan pertanian di daerah.
Lima tahun terakhir berlangsung multi tafsir pada berbagai kalangan karena ketiadaan frasa “penyuluhan pertanian” dalam UU ini. Urusan pemerintah sektor pertanian dalam UU ini hanya dimuat dalam dua matrik lampiran yakni urusan pemerintahan bidang pertanian (Lampiran AA) serta bidang pangan (Lampiran I). Penyuluhan pertanian tidak dicakup oleh kedua urusan ini, sehingga banyak yang memaknai bahwa seolah-olah penyuluhan pertanian akan “dihilangkan” di daerah.
Padahal jika dicermati dengan baik, UU 23 tahun 2014 sesungguhnya tetap mendukung eksistensi kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah, sebagaimana juga berbagai undang-undang lain sektor pertanian. Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Pemda ini menjelaskan mekanisme pembentukan urusan pemerintahan sebagai dasar pembentukan kelembagaan di daerah, yakni dengan menyusun Peraturan Presiden. UU pemerintahan daerah lahir untuk mewujudkan otonomi daerah dengan azas utamanya adalah desentralisasi. Desentralisasi dalam penyuluhan (decentralize extension) bermakna sebagai Promote pluralism in extension by involving public, private and civil society institutions”.
Bagaimanapun kita semua mengakui bahwa puluhan ribu petugas penyuluh pertanian yang ada saat ini merupakan sumberdaya birokrasi dan manajemen pembangunan pertanian yang menjadi tulang punggung Kementerian Pertanian semenjak era Bimas sampai dengan era UPSUS Pajale. Negara pun menjamin keberadaan penyuluhan pertanian. Selain UU 23 tahun 2014, setidaknya ada enam peraturan perundangan lain yang mendukung pembentukan penyuluhan pertanian di daerah.  
Untuk mewujudkan multifungsi BPP dibutuhkan berbagai dukungan, mulai dari prasarana, sumberdaya manusia, serta juga regulasi. Dalam kondisi kuatnya efek domino UU 23 tahun 2014, maka salah satu solusinya adalah Prepres kongkurensi yang RPP sudah disusun sejak 3 tahun lalu.
Kebutuha terhadap Perpres Kongkurensi
Perpres kongkurensi merupakan keniscayaan untuk merevitalisai BPP. Sebagaimana pasal 15 UU No 23 tahun 2014, secara jelas disebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah, atau dilaksanakan SECARA KONGKURENSI. Karena “Penyuluhan Pertanian” tidak menjadi bagian dalam lampiran UU No 23 tahun 2014, dapat dimaknai bahwa penyuluhan pertanian tetap dijalankan dengan berpedoman kepada UU No 16 tahun 2006. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan kelembagaan dan operasionalisasi penyuluhan pertanian. Menunggu keluarnya Perpres tersebut, sebagai revisi Perpres No 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah tidak boleh dirubah sesuai dengan Surat Edaran Mendagri tanggal 16 Januari 2015. Saat ini kinerja penyuluhan sangat tergantung pada tingkat pemahaman dan komitmen pimpinan daerah.
UU 23 tahun 2014 Mengamanatkan Pembentukan Perpres. UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 15 menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan secara konkurensi. Selengkapnya, Pasal 15 ayat (2) berbunyi: “Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini menjadi kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13”. Lalu Ayat (3): “Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan presiden”.
Pelaksanaan secara kongkurensi ini tentu sangat sejalan dengan konsep otonomi daerah, dengan berbasiskan prinsip mendekatkan pelayanan penyuluhan kepada petani yang tersebar luas dengan tingkat keterbatasan komunikasi dan trasnportasi yang beragam. Artinya, desentralisasi urusan penyuluhan merupakan suatu keniscayaan.
Pendapat ini juga diperkuat oleh Pasal 345, dimana: (1) Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik, dan (2) Manajemen pelayanan publik meliputi salah satunya adalah penyuluhan kepada masyarakat (ayat 2 point e). 
UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan dengan jelas pendirian kantor penyuluhan pertanian di kecamatan berupa Balai Penyuluhan (Pasal 8 ayat 2). Perpres No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Pasal 2 menjelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan mencakup mulai dari pusat sampai kecamatan. Azasnya adalah konkurensi.
Prinsip ini juga didukung oleh Pasal 231 UU Pemda yang berbunyi: “Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan memerintahkan pembentukan lembaga tertentu di Daerah, lembaga tersebut dijadikan bagian dari Perangkat Daerah yang ada setelah dikonsultasikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan bidang pendayagunaan aparatur negara”.
Aturan lain yang sangat penting adalah Peraturan Presiden No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan mencakup mulai dari pusat sampai kecamatan. Azasnya adalah konkurensi. Lalu, pada Pasal 12 terbaca bahwa di tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan. Aturan ini sesuai dengan posisi struktur kelembagaan penyuluhan pertanian pasca UU 23 tahun 2014.
Dukungan yang Dibutuhkan BPP Ke Depan
Saat ini, kondisi balai penyuluhan masih lemah baik dari sisi dukungan SDM,  prasarana dan penganggaran, karena beragam dan cenderung lemahnya persepsi dan kebijakan Pemda. Kondisi kantor banyak yang tidak memadai, lahan pertanian banyak yang tidak ada, bahkan yang tidak ada listrik dan telepon. Akibatnya, berbagai program pengembangan BP yang telah dijalankan tidak berjalan mulus, misalnya pengembangan cyber extension. Selain itu, banyak kepala Balai Penyuluhan merangkap sebagai kepala UPT Dinas Pertanian, sehingga beban pekerjaan menjadi berat. Peran pokok BPP dalam mengkoordinasikan, mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan pembangunan pertanian di wilayah kerja Balai tidak efektif.
Permentan Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan, pada Bab II menyebutkan bahwa tugas BP ada enam  yakni: (1) menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota; (2) melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar; (4) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama; (5) memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan (6) melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Sedangkan fungsi BPP adalah sebagai tempat pertemuan untuk MEMFASILITASI pelaksanaan tugas Balai sebagaimana diamanatkan Pasal 15 ayat (2) UU No 16 tahun 2006.
Pada intinya, peran BPTP adalah memfasilitasi mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan penyuluhan, penyediaan dan penyebaran informasi, pemberdayaan dan    penguatan kelembagaan pelaku utama dan pelaku  usaha, peningkatan kapasitas penyuluh, pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan, dan model usaha tani. Untuk menjalankan peran ini, maka telah disusun sarana minimal yang harus tersedia di Balai Penyuluhan. Sarana dimaksud meliputi sarana keinformasian, alat bantu penyuluhan, peralatan administrasi, alat transportasi, perpustakaan, dan perlengkapan ruangan.  Dalam hal lokasi, persyaratan lokasi bangunan BPP mestilah mudah dilihat oleh masyarakat, mempunyai akses jalan, listrik dan telepon, mudah dikunjungi, dan letaknya di sentra produksi pertanian.
Untuk menjadi aktor utama pembangunan pertanian, dibutuhkan beberapa hal berikut: Satu, Mengembangkan prasarana IT yang memadai (Cyber Extension) yang akan membantu suplay informasi yang diperlukan bagi petani dan penyuluh, serta sebaliknya memudahkan pelaporan data dan informasi dari lapang.
Permentan No 51 tahun 2009 Tentang Pedoman Standar Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Penyuluhan Pertanian. untuk kecamatan sarana yang semestinya tersedia untuk Pusat Informasi mencakup komputer, display, kamera digital, Handycam, serta telepon  dan mesin fax. Lalu alat transportasi setidaknya tersedia kendaraan operasional roda dua.  Sedangkan untuk ruangan mesti tersedia ruang pimpinan, administrasi/TU, Kelompok Jabatan Fungsional, aula atau ruang rapat, perpustakaan, data dan system informasi, juga rumah dinas, sarana prasarana pendukung, sumber air bersih, penerangan PLN dan genset, jalan lingkungan, pagar dan lahan percontohan.
Dua, Dari sisi efektivitas diseminasi teknologi, perlu diperhatikan research extension linkage (REL) yakni dengan memperkuat keterkaitan antara lembaga penelitian, penyuluh BPTP dan Lembaga Penyuluhan Pertanian.
Tiga, Menata hubungan kerja dengan UPT/UPTD lingkup teknis dan camat sebagai HUBUNGAN KOORDINATIF, dan dengan pos penyuluhan desa sebagai kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di desa berupa hubungan yang bersifat PENDAMPINGAN dan KEMITRAAN.
Empat, Perlu dilakukan pemetaan kelembagaan BPP sesuai klasternya. Jangkauan pelayanan penyuluh perlu dikaji yakni berapa rasio penyuluh per hamparan atau jumlah petani yang ideal. Hal ini akan menentukan pola manajemen di BP .
Lima, Dukungan SDM. Penyuluhan tingkat kecamatan, yang dibeberapa negara disebut sebagai “district level” atau “sub county level merupakan satu institusi yang dipandang strategis. Karena rentang kendali manajemen, keluasan gegografis, kepaduan agribisnisnya. Penguatan BPP sebagai kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan sesungguhnya merupakan perwujudan dari salah satu azas penyuluhan modern dalam UU No 16 tahun 2006 tentang SP3 yakni azas desentraliasi ( decentralize agricultural functions).
Setidaknya ada dua jenis staf di BPP, yakni penyuluh generalis (broad set of skills) yang memahami dan memberi saran teknis dan bisnis untuk berbagai cabang usaha pertanian, serta penyuluh spesialis (specialists) sesuai dengan aspek value chains. Penyuluh spesialis dapat dari pihak swasta (private sector), perguruan tinggi, lembaga penelitian (research institutions), NGO dan organisasi lain yang dapat dikontrak secara temporal.
Enam, untuk mengintegrasikan sistem agribisnis untuk meningkatkan dan mengembangkan motivasi pelaku utama pertanian, perlu didukung oleh sistem informasi aktual dan dinamis berkelanjutan. Untuk itu, jejaring sistem penyuluhan antar BPP harus mampu mensinergikan sistem informasi agribisnis dan agroindustri melalui integrasi sistem agribisnis antar wilayah.

*****