Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,
Teori dan Pendekatan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: 125 versus 125”. Penerbit NAGAMEDIA, Jakarta
Kata
Pengantar dari Penulis
Dunia
pedesaan dan pertanian dipenuhi berbagai konsep, teori, pendekatan, dan juga
metode-metode riset. Antar mereka saling bersaing, tumbuh, adu kekuatan.
Ada yang lalu tumbuh berkembang terus dipakai lama oleh para ahli, namun ada
juga yang ditinggalkan, diganti atau dibuang. Sebagian tumbuh dan berkembang, namun sebagian
surut dan dikalahkan, dan akhirnya mati.
Secara
sederhana, “konsep” adalah sebutan untuk objek yang bisa diamati dalam arti
visual maupun bukan. Tidak hanya di dunia ilmiah, sesungguhnya semua bidang
menggunakannya. Kita bicara sehari-hari di rumah, di warung, dan dijalan;
hampir selalu pakai konsep. Sementara, teori
adalah pernyataan yang menghubungkan dua konsep atau lebih.
Satu
konsep dan teori kadang dilahirkan begitu saja dulu. Akibatnya saat ini,
kalangan pengguna menjadi bingung, tidak dapat membedakan mana yang lebih tepat
untuknya. Karena itu lalu disusun lah konsep baru, atau konsep
yang lama diberi makna baru. Konsep “ketahanan pangan” misalnya terus
berubah-ubah bunyinya sejak tahun 1975 sampai sekarang.
Pedesaan
dan pertanian tidak berdiri sendiri. Ilmu di bidang
ini terkait dengan
ilmu-ilmu dasar lain, misalnya ilmu ekonomi dan sosial. Ketika
konsep-konsep ilmu
sosial digunakan dalam ranah pembangunan
pertanian, sementara di kalangan ilmuwan sosial sendiri masih
diliputi kekaburan,
tumpang tindih dan adanya inkosistensi konsep; maka
penerapan teorinya
otomatis juga
akan kacau. Cukup banyak elemen ilmu
sosial yang digunakan dalam pembangunan pertanian, tidak hanya konsep, namun
juga teori dan bahkan metode. Beberapa metode pemberdayaan diturunkan dari
metode dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Menciptakan
sebuah istilah merupakan capaian kerja ilmiah yang penting,
sangat bergengsi.
Istilah yang baru menandakan bahwa ia telah berhasil menemukan sesuatu yang
baru. Namun, dalam beberapa kejadian, istilah yang baru tersebut tidak
sungguh-sungguh suatu hal yang berbeda. Kadang perbedaannya sedikit saja. Kadang-kadang
istilah baru dibuat sekedar “penanda” eksistensi si ilmuwan atau sekelompok
ahli saja, sebutlah sekedar “kegenitan ilmiah” saja.
Terlalu
banyak istilah mengakibatkan semakin rumitnya para pembelajar
untuk memahaminya.
Fenomena ini merupakan hal yang jamak pada ilmu-ilmu sosial. Istilah yang baru dapat berupa
menggantikan istilah lama, mengokupasinya, melengkapinya, atau hanya sekedar
melabeli karena label yang lama sebenarnya keliru. Bisa pula terjadi, seorang
pencipta asli digantikan labelnya oleh ahli setelahnya, meskipun isinya tidak
berubah. Sehingga tidak aneh pula, satu objek yang sama diberi label yang
berbeda-beda.
Dalam buku ini saya sengaja memperbandingkan antar objek,
sebagai cara saya menjelaskan kepada pembaca. Ini adalah gaya penjelasan baru,
dimana matrik-matrik yang saya susun menjadi alat penjelas utama. Mungkin
sebagian pembaca akan agak kesulitan memahaminya. Namun saya sengaja memilih
cara ini karena dengan cara begini akan memudahkan pembaca mengikuti perbedaan
dan persamaan dua atau lebih objek yang
dibahas.
Namun, perlu diingat bahwa tidak selalu komparasi ini
betul-betul berlawanan keduanya. Adakalanya yang satu adalah bagian dari yang kedua,
bisa pula yang satu melengkapi yang satunya. Bukan pula pembaca harus memilih
salah satu sebagai yang lebih benar. Dikotomi ini betul-betul untuk menjelaskan
saja. Namun pada banyak hal dikotomi tersebut memang benar-benar eksis adanya.
Mereka memang sungguh-sungguh bertentangan.
Dikotomi
atau konsep baru timbul karena banyak alasan, yaitu: pertama, Berbeda
dasar berfikir atau paradigma sejak awal. Mereka berbeda karena berasal dari
paham yang berbeda, atau memiliki tujuan yang berbeda.
Kedua, Berbeda paradigma, namun
sebagai respon atau kritik dari pemikiran sebelumnya yang telah berkembang.
Pola seperti ini banyak terjadi. Para pengkritik ini kadang terjebak kepada
sikap yang kurang adil, dengan terlalu menganggap lebih baik pendapatnya sendiri,
dan merendahkan atau mengkerdilkan pandangan orang-orang sebelumnya. Mereka
merevisi pandangan sebelumnya namun kurang objektif.
Ketiga, Melengkapi pemikiran sebelumnya
yang mungkin masih terbatas. Namun pemikiran yang lebih lengkap ini dilabeli nama baru. Ini dapat pula
dengan menambahkan dimensi-dimensi baru, misalnya memasukkan pertimbangan
lingkungan alam dan lain-lain.
Keempat, Meluaskan pemikiran sebelumnya,
yang menurutnya terlalu sempit, sudah tidak sesuai dengan kondisi terakhir.
Atau sebaliknya, Kelima, yaitu menyempitkan atau
memacah-mecah istilah yang lama, dimana sebelumnya mungkin hanya melihat pada
permukaannya. Saat digali lebih dalam terbukti ada
fenomena-fenomena baru yang sebutan lama tidak melihatnya, sehingga tidak memberinya
nama tersendiri.
Keenam, Memang berbeda, misalnya pada tool analysis, dimana alat yang lama
hanya dapat digunakan pada kondisi tertentu. Untuk melihat fenomena yang sudah
berbeda, maka alat yang lama sudah tidak memadai. Terakhir, Ketujuh, Karena
diterapkan pada kondisi yang berbeda.
Mengapa saya memilih cara mengkomparasi seperti ini? Saya yakin ini metode belajar
yang lebih mudah, lebih berkesan, dan lebih efektif karena lebih lekat di ingatan.
Membedakan merupakan tahap lanjut dari kerja berfikir. Secara umum, langkah
pertama proses berfikir
manusia adalah mengenali, lalu mengelompokkan, membedakan, mencari hubungan dan
terakhir mensintesanya. Membedakan membantu kita
berfikir, kita sedang ada di pihak mana sehingga akan mengeefktifkan perdebatan.
Pembedaan di
buku ini dilakukan secara diametral atau terpolar. Tidak selalu
untuk memihak salah satu kubu, karena bisa saja keduanya dikombinasikan. Namun,
positioning tersebut harus jelas,
anda berada dimana. Yang berabe adalah bila yang satu bilang kiri yang satunya
mengira di kanan. Yang pertama ga tahu ia di kiri atau di kanan, dan lawan
bicaranya juga ga tahu apa beda kiri dan kanan. Keduanya ga sadar bahwa ada
kiri ada kanan.
Dengan bisa membedakan, lalu dianalisis dan disintesis,
maka bisa lahir bentuk yang ketiga. Bahkan tidak hanya menghasilkan satu bentuk
baru, bisa 2, 3, 5 bahkan 10 lebih bentuk baru. Caranya adalah dengan
mengkombinasikan elemen-elemen di dalamnya. Jika masing-masing konsep ada 5
elemen, artinya ada 5 pasang elemen, maka kombinasinya bisa menjadi belasan dan
puluhan.
Dalam
deskripsi yang saya susun, Saya tidak selalu berpihak
ke sisi kiri atau ke sisi kanan. Namun, Pembaca bisa saja mendapat kesan Saya
berada di pihak yang mana. Memang agak sulit untuk melepas godaan memasukkan
“warna” kita sendiri ketika menulis. Secara jujur saya akui di Pengantar ini
bahwa Saya begitu menghargai petani, yakni mereka yang bekerja dari matahari
baru muncul sampai lelah di sore hari. Mereka mencangkul, membalik tanah,
menanam dan menugal, menyiang rumput, dan berkotor-kotor main lumpur. Mereka
yang kukunya hitam kotor kemasukan tanah, tangannya kasar, buku-buku jarinya
bengkak. Mereka lah energi utama kehidupan di bumi ini. Mereka mengolah tanah,
air, benih dan sinar matahari menjadi daun, bunga, dan buah-buahan. Mereka ada
di pangkal sistem kehidupan ini. Mereka disimbolkan sebagai Sa’ad bin Mu’adz
Al-Anshari yang tangan kotornya dicium Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi
Wassallam sembari Rasul berujar: “Ini lah tangan yang tidak akan disentuh oleh
api neraka, pula tangan yang dicintai Allah SWT karena tangan itu digunakan
untuk bekerja keras menghidupi keluarganya”.
Secara
khusus Saya berterima kasih kepada jaringan internet yang begitu
memudahkan mencari referensi. Ada dua website
yang paling banyak saya kutip yaitu
www.wikipedia.org dan
www.differencebetween.com. Sesungguhnya
telah cukup lama pula saya
membangun satu
blog dengan materi yang mirip-mirip isi buku ini yang saya
beri judul “Sama
dan Beda, Mitos
dan Fakta” (http://mitosfaktasyahyuti.blogspot.com/). Sampai
dengan April 2014
telah dikunjungi 12.175 kali.
Ini adalah satu dari 25 lebih blog saya di internet.
Mudah-mudahan Pembaca suka dengan Buku ini dan pendekatan
yang saya pakai. Semoga bermanfaat, dan menjadi amal shaleh bagi Saya dan
Pembaca sekalian, ....... Aamiin.
Bogor, April
2014
(Syahyuti)
Daftar
Isi
BAB I. APA SIH PERTANIAN?
1.
Pembangunan Pertanian
vs Pembangunan
Pedesaan
2.
Membangun Pertanian vs Membangun Petani
3.
Agriculture vs Agribussiness
4.
Agribisnis vs Agroekologi
5.
Agribisnis vs Ketahanan Pangan
6.
Ketahanan Pangan Versus Kedaulatan Pangan
7.
Pilihan Basis Komoditas untuk Kecukupan Protein:
Peternakan vs Perikanan
8.
Swasembada Komoditas Vs Swasembada Zat Gizi
9.
Diversifikasi Pangan Hulu vs Hilir
10.
Strategi Persediaan Pangan: Pangan Biji-Bijian vs
Tepung-Tepungan
11.
Makan Nasi vs Makan Roti
12. Pertanian Kapitalis Vs Pertanian
Rakyat
13. Pertanian vs
Industri
14.
Pertanian Kolektif Vs Corporate
Farming
15.
Pertanian kontinetal vs pertanian
maritim
16. Arab
Agricultural Revolution vs vs British Agricultural Revolution
17.
Pertanian
Kota Vs Pertanian Desa
18.
Pertanian sebagai
Sektor Ekonomi vs sebagai Landasan Peradaban
BAB II. PETANI IALAH BERTANI
!
19. Peasant vs Farmer
20. Bertani Sebagai Bisnis vs Sebagai
Way Of Life
21. Petani Besar vs Petani Kecil
22. Produktivitas: Yield vs Output
23. Perbedaan Pandangan Tentang
“Petani Kecil”
24. Rasionalitas Petani: Scott vs Popkin
25. Sosok Investor: Pemodal Kapitalis
vs Petani Kecil
26. Perlindungan Petani vs Pemberdayaan Petani
BAB
III.
MELEMBAGAKAN ORGANISASI PETANI
27. Individual Action vs Colective Action
28. Relasi Individual Vs Relasi
Kolektif Dalam Menjalankan Usaha Pertanian
29. Lembaga vs Organisasi
30. Pilar Normatif vs Regulatif vs
Kultural Kognitif vs Organisasi
31. Nilai vs Norma
32. Individual Organization vs
Secondary Level Organization
33. Perbandingan Ciri Relasi Dalam
Lembaga vs Organisasi vs Pasar
34. Komunitas vs Negara vs Pasar
35. Masyarakat Komunitas vs Masyarakat
Pasar
36. Gapoktan vs Koperasi
37. Undang-Undang Koperasi Lama vs
Baru
38. Pengorganisasian Diri Petani: Dulu
vs Ideal vs Eksisting Sekarang
39. Kapasitas Kelompok Tani: lemah vs
sedang vs kuat
40. Kapasitas Gapoktan: lemah vs
sedang vs kuat
BAB
IV.
PEMBERDAYAAN
PETANI DAN MASYARAKAT
41. Monitoring vs Evaluasi
42. Output vs Outcomes vs Impact
43. Stakeholders vs shareholders
44. Pembangunan vs pemberdayaan
45. Pemberdayaan Masyarakat Secara
Profesional vs Radikal
46. Pelatihan vs Pendampingan
47. Community Organizing vs Community
Development
48. Partisipasi Rendah vs Sedang Vs
Tinggi
49. Partisipasi Manipulatif Vs
Partisipasi Mandiri-Demokratis
50. Top-Down vs Bottom-Up Planning
51. Credit Union vs LKM vs Perbankan
52. Charity Program vs Corporate Social Responsibility
53. Feasibility vs Viability
54. Human capital vs Sosial Capital
55. Penyuluhan Lama vs Penyuluhan Baru
56. Penyuluhan vs Komunikasi untuk
Inovasi
57. Penyuluhan vs Advokasi
58. Penyuluh Pertanian Pemerintah Vs
Penyuluh Swasta Vs Penyuluh Swadaya
59. Farmer Field School Vs Farmer
Business School
60. Pendekatan Analitis Vs Pendekatan
Sistem
61. RRA vs PRA
62. Pendekatan Blue Print vs Learning
Proses
63. Kemiskinan Absolut Vs Kemiskinan
Relatif
64. Kemiskinan Struktural vs
Kemiskinan Kultural
65. Konsep Kemiskinan (klasik) vs
Kemiskinan “Amartya Sen”
66. Kemiskinan Menurut Neoliberal Vs
Sosial Demokrat
67. Kemiskinan Individu Vs Rumah
Tangga Vs Wilayah
BAB V. AGRARIA: DIMANA TANAH
YANG TUAN JANJIKAN?
68. Reform Agraria: Aspek Landreform vs Aspek Non landreform
69. Tanah vs Agraria
70. Hukum Tanah vs Hukum Agraria
71. Tanah Negara vs Tanah Ulayat
72. Pendekatan Pembangunan Pertanian: Landreform vs Agribisnis
73. Pendekatan Landreform Vs Agroindustri
74. Revolusi Pertanian vs Involusi Pertanian
75. Landreform vs Konsolidasi Tanah
76. Landreform vs Delandreformisasi
77. Penguasaan Lahan Menurut Hukum Adat Vs Islam Vs Barat
78. Hubungan Penyakapan: Sewa Tanah vs Bagi Hasil
79. Bagi Hasil: menurut Bank Syariah vs pada Pertanian
Tradisional
80. Ceblokan vs Bagi Hasil
81. Landreform: Neoklsik vs Developmentalisme vs Marxisme
82. Reforma Agraria Lama vs Baru
83. Kebutuhan Lahan vs Ketersediaan Lahan untuk Pertanian
Bab VI. PERDAGANGAN DI SEPUTAR PERTANIAN
84. Pedagang vs Broker
85. Perdagangan Oleh Petani vs Pemerintah vs Tengkulak
86. Membenahi Pedagang vs Membangun Los Pasar
87. WTO vs GATT
88. Mitos vs Fakta tentang WTO
89. Globalisasi vs
Modernisasi
90. Perdagangan Bebas vs Perdagangan Adil
91. World
Economy Forum (WEF) Vs World Social Forum (WSF)
92. Sales vs
Marketting
93. Marketing
Vs Supply Chain Management
94. Supply
Chain Management vs Manajemen Logistik
95. Politik Harga Pangan: Pro Konsumen vs Pro Produsen
96. Pengadaan Gabah Dan Beras Untuk Bulog: Dari Dalam Negeri Vs
Impor
97. Subsidi input vs subsidi output
Bab VII. ILMU DAN TEKNOLOGI
PERTANIAN
98. Sosiologi Pedesaan Vs Sosiologi Pertanian
99. Sosiologi Pedesaan vs Penyuluhan
100.
Ekonomi Vs Ekonomi Pertanian
101.
Ekonomi Kerakyatan vs Ekonomi Neo
Klasik
102.
Ekonomi Vs Ekonomi Kelembagaan
103.
Aliran Ekonomi Kelembagaan Lama vs Baru
104.
Ilmu Ekonomi Pertanian vs Manajemen
Agribisnis (MMA)
105.
Pestisida vs
Herbisida
106.
Varietas Padi Hibrida vs Nonhibrida
(Inbrida)
107.
Pupuk Kimia vs Pupuk Organik
108.
Pupuk Organik Vs Pupuk Hayati
109.
Pestisida Kimia vs Pestisida Nabati
110.
Pasca Panen: Penanganan vs Pengolahan
111.
Paket Teknologi Usahatani: PTT vs SRI
Bab VIII. MAU KEMANA KITA?
112.
Ekonomi vs Ekonomi Hijau
113.
Green Economy vs
Sustainable Development
114.
Ekonomi Hijau vs Ekonomi Biru
115.
Revolusi Hijau vs Revolusi Hijau
Berganda
116.
Revolusi Hijau vs Revolusi Biru
117.
Revolusi Hijau vs Revolusi Hayati
118.
Fosil-Based Economy
Vs Bio-Based Economy
119.
Pertanian (konvensional) vs Good
Agricultural Practices
120.
Pertanian Industrial Vs Pertanian
Berkelanjutan
121.
Pertanian Berkelanjutan vs Pertanian
Organik
122.
Pertanian Berkelanjutan Vs Pertanian
Modern
123.
Pertanian Organic vs Pertanian
Transgenik
124.
Makanan Non Organik vs Organik
125.
Organic Food Vs Sustainable Food
Pustaka
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar