agraria (11) agribisnis (6) agriculture (3) agriculture innovation system (1) AIS (1) ASEAN (1) badan riset dan inovasi nasional (1) balai penyuluhan pertanian (1) beras (1) berdagang secara Islami (1) bertani dan berdagang secara Islami (1) bertani secara Islami (1) big data (1) bisnis (1) BPP (1) BRIN (1) buku (2) Buku Pertanian dunia 2020 (1) demo (1) ekonomi pertanian islam (1) family farming (1) food security (1) food sovereignity (1) hak petani (2) hukum adat (2) ilmu (1) inovasi (1) Iptek (1) Islam untuk petani (1) islamic agricultural economy (1) islamic agricultural socioeconomic (1) islamic food economy (1) kebijakan (19) kecamatan (1) kedaulatan pangan (6) kedaulatan petani atas pangan (2) kelembagaan (23) ketahanan pangan (4) konflik agaria (4) koperasi (2) korporasi (5) korporasi petani (5) korupsi (2) KPK (1) landreform (1) lembaga (18) mahasiswa (1) nelayan (2) organisasi (23) organisasi petani (4) pangan (2) partisipasi (1) pedagang (4) pedesaan (4) pembangunan (11) pembangunan pertanian (3) pembaruan agraria (2) pemberdayaan (5) pembiayaan (1) pendekatan pembangunan (14) penelitian (2) pengetahuan (1) pengukuran kelembagaan (2) pengukuran organisasi (2) penyuluh (7) penyuluhan pertanian (2) penyuluhan pertanian swasta (2) perdagangan (1) pertanian (1) petani (15) petani bermartabat (1) petani kecil (5) pintar (1) PPP (1) Program Serasi (1) public-private partnership (1) rawa (1) reforma agraria (1) sistem (1) sistem inovasi (1) sistem inovasi pertanian (1) social capital (4) sosial ekonomi pertanian islam (1) sosiologi pertanian islam (1) syariah (1) teori (17) valorisasi (1)
Tampilkan postingan dengan label organisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label organisasi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 Maret 2021

Apa sih “INSTITUTION” ?

Pertanyaan nya bisa saya terjemahkan jadi: apas sih lembaga? Karena “institution” mestinya kan terjemahan nya “lembaga” ya, kalau “institutional” terjemahannya ya “kelembagaan”.

Kalo diperas-peras Mas Bro, dipelintir-pelintir, diambil sari nya saja: kelembagaan tu bicara PERILAKU MANUSIA. Tentang bagaimana manusia berelasi satu sama lain.

Nah, kalau ditanya apa PERTANYAAN KELEMBAGAAN ? Ya mengapa manusia, tepatnya sekelompok manusia, melakukan ini dan itu? Atau tidak melakukan ini dan itu? Mengapa di satu desa, warga nya suka bekerjasama, apa-apa proyek berhasil jalan? Mengapa di desa lain, dikasih program yang sama, malah ribut, gagal?

Lalu apa REKAYASA KELEMBAGAAN ? Yaitu bagaimana agar sekelompok manusia bisa diatur agar melakukan ini, dan jangan melakukan itu. Bagaimana agar mereka bisa bekerjasama, bikin komitmen, menjalankan dengan damai, dst sampai ke sukses.

Jadi itulah, banyak ahli bilang: kelembagaan itu sendiri hampir seluas ilmu sosiologi.

Udah faham sekarang? Hehe, kira-kira begini menjelaskan nya dengan mudah. Dengan model cerita saja ya. Telling story.

Mas dan Mba coba bayangkan, ada serombongan ahli datang ke satu desa yang miskin, tanah ada tapi belum ada irigasi, bertani nya asal-asalan kaya nene moyang nya dulu, tempatnya jauh, jalan ga bagus, orang-orangnya ga sekolah, dst. Kebayang lah ya. Nah, ini para ahli disuruh cari solusi bagaimana ntu desa bisa maju, sejahtera.

Ahli irigasi, kebetulan orang PU, bilang: “bangun irigasi, dari primer sampai tersier dan kuarter. Air mengalir, pertanian bagus, petani akan sejahtera. Beres”.

Kata ahli teknologi pertanian, kebetulan doi pemulia: “gampang, ganti dengan benih unggul, produksi naik, pendapatan naik, sejahtera”

Kalo orang ekonomi, kebetulan pernah kerja di bank: “ini urusan modal. Bagaimana mau maju ga ada modal. Pinjamin modal, kasih bunga rendah. Ntar ia bisa beli pupuk dll, hasil pertanian akan naik. Sejahtera juga”. Aamiin.

Nah orang KELEMBAGAAN beda. Menurut ahli kelembagaan, apapun masalah nya, butuh RELASI-RELASI YANG EFEKTIF. Ya, relasi antar manusia tu orang sedesa nya kudu benar. Banyak syaratnya. Harus bisa saling bicara dengan baik-baik, terbuka, bekerjasama, bisa bikin komitmen, sepakat, lalu dijalankan step by step, dievaluasi bersama. Bikin diskusi, rembug, rapat-rapat. Agar semua orang ini mau demikian perlu rekayasa sosial, ya institutional arrangement lah.

Lah kan ga mudah ini mah ya. Orang benih habis narok benih bagus boleh balik. Orang irigasi habis bangun saluran pergi. Orang bank habis bagi duit, balik kantor. Nah, orang kelembagaan ga bisa begitu. Ia harus hadir sehari-hari di tengah masyarakat tadi. Ga cukup Bimtek saja, tapi PENDAMPINGAN. Bimtek mah sejam-dua jam. Pendampingan 24 jam x 7 hari seminggu. Full day.

Agar apa? Ya agar relasi-relasi, hubungan-hubungan, komitmen-komitmen antar warga terbentuk. Disekapati, dijalankan dengan baik. Dan hasilnya dinikmati sama-sama.

So, apapun idenya = minumnya kelembagaan. Ya, apapun yang dikasih, apapun yang mau terwujud, perlu merekayasa perilaku orang-orangnya. Mereka harus mau dulu, siap berubah, mau kerjasama, mau berbagi, mau koordinasi. Orang-orangnya harus aktif. Tidak sendiri-sendiri, tapi aktif bersama-sama. Sekampung.

Itulah URUSAN KELEMBAGAAN. Sejauh ini lah kira-kira tanggung jawab orang kelembagaan. Hehe repot ya?

Lah yang namanya manusia, benda hidup, pagi ngomong ya sore ga. Di rapat bilang setuju, pulang-pulang datang malas-nya. Karena ga enak sama pa Kades bilangnya monggo-monggo, lah padahal ga setuju. Ia ogah aslinya. Itu manusia. Kalau satu yang begini oke lah, lah kalau sekampung?

Bisa kita rubah. Tapi butuh waktu. Dan butuh perekayasa (staf kelembagaan) yang banyak dan capable.

Jadi, mau bicara teknologi, irigasi, benih bagus atau pinjaman modal; jika orang kelembagaan ga ada, itu semua ga akan jalan. Maka ada yang menyebut kelembagaan MEMBUNGKUS apapun pendekatan pembangunan. Kelembagaan MEWADAHI apapun ide ahli-ahli lain. Kelembagaan MENJALANKANNYA, menghidupkannya, mewujudkannya.

Kira-kira demikian, kalau menggunakan bahasa warung ya. Hehe.

Lalu, apa “organization”? Gampang ini mah. Semua social group yang ada ketuanya, pengurusnya, anggota jelas si A dan B nya. Kapan dibentuknya tahu, apa tujuannya jelas; itulah organisasi. Maka kelompok tani jelas organisasi, Gapoktan, koperasi, juga kantor BPP, kantor Dinas Pertanian, kementerian pertanian juga organisasi. Pemerintah juga organisasi: ketuanya presiden.

Kenapa organisasi dibentuk? Jawabannya sama dengan soal “kelembagaan” tadi. Ya agar semua orang didalamnya gampang diatur, dikontrol, disuruh ini itu. Organisasi sengaja dibuat agar tertata. Yap, kelembagaan juga ada agar manusia tertata. Sama saja.

Tapi, organisasi lingkupnya lebih kecil. Struktur nya lebih tegas, tugas dan peran ditulis besar-besar, hak dan kewajibannya diformalkan, dst. Ada sanksi jelas. Juga reward yang enak-enak. Tegas.

Namun Mas dan Bro, sebagaimana sudah sering saya sampaikan kita ada masalah. Apa yag dimaksud “kelembagaan” di regulasi-regulasi kita salah kaprah kabeh. Apa yang dimaksud “kelembagaan petani” dan "kelembagaan ekonomi petani" di UU P3 juga UU Penyuluhan, itu jelas-jelas ORGANISASI. Kita udah kadung kacau memang. Udah bertahun-tahun.

Nah, sekarang apa JALAN TENGAHNYA. Biar ga kepanjangan penjelasannya monggo baca penjelasan ini dah:

https://syahyutikorporasi.blogspot.com/.../q-and-tentang...

atau disini:

https://www.facebook.com/syahyuti.sibuyuang/posts/10159067474566866

Terima kasih, semoga manfaat. Iseng-iseng aja. Sehat-sehat semua ya aamiin.

******

Selasa, 23 Maret 2021

Berbagai istilah terkait kelembagaan dan organisasi

Daftar istilah ini memuat beberapa konsep penting yang muncul dalam dokumen ini, untuk memudahkan pemahaman. Disusun sesuai abjad:

Farmer Organizations =

Organisasi petani, yakni organisasi yang anggotanya adalah petani. Istilah ini dipakai untuk membedakan dengan organisasi yang anggotanya warga lain di pedesaan, misalnya organisasi kalangan perempuan (woman organization) atau khusus anak muda (kelompok Taruna Tani).

Gabungan Kelompok Tani =

adalah kumpulan beberapa individual organization milik petani yang bergabung pada satu desa. Maka, Gapoktan berisi seluruh kelompok tani, KWT, kel Taruna Tani, P3A, dan UPJA  yang berada dalam satu desa. Gapoktan berada di level desa.

Pasal Pasal 73 UU P3 disebutkan, Gabungan Kelompok Tani “merupakan gabungan dari beberapa Kelompok Tani yang berkedudukan di desa atau beberapa desa dalam kecamatan yang sama”. Ini sebenarnya tidak lengkap, karena isinya tidak hanya kelompok tani, tapi mesti nya juga KWT, kelompok peternak, P3A, UPJA,

Gapoktan Bersama =

Ini merupakan konsep baru. Ini adalah organisasi gabungan beberapa Gapoktan mungkin dalam satu kecamatan yang sama satu lebih. Tujuannya adalah sebagai wadah komunikasi (atau bisa dikembangkan ke kegiatan bisnis dll) seluruh Gapoktan dalam satu kecamatan. Gapoktan Bersama berada di level kecamatan.

Individual Organization =

merupakan organisasi yang anggotanya berupa orang-orang secara individual. Ini adalah organisasi yang berada paling bawah dalam berbagai level organisasi. Contohnya adalah kelompok tani, kelompok wanita tani (KWT), dan koperasi primer.

Inter-group associations atau secondary level organization =

Adalah organisasi yang levelnya di atas individual organization. Ia mengkoordinasikan, melayani, dan mewakili seluruh kebutuhan individual organization ke luar. Contohnya adalah Gabungan Kelompok Tani, Gapoktan Bersama,  dan koperasi sekunder (Pusat Koperasi, Gabungan Koperasi, dan Induk Koperasi). Anggotanya bukan orang-orang secara individual, namun organisasi.

Namun Gapoktan yang ada saat ini banyak yang keliru, karena anggotanya banyak petani secara lansgung. Selain itu, bidang kegiatan atau bisnis yang dijalankannya bersaing dengan kelompok tani. Semestinya tidak demikian.

Institution =

Diindonesiakan menjadi “lembaga”. Jika “institusional” diindonesiakan menjadi “kelembagaan”. Tidak mudah menjelaskan ini, karena dalam ilmu sosiologi sendiri istilah ini belum memiliki pemahaman yang sama.

Menurut Scott, institution adalah: “…are comprised of regulative, normative and cultural-cognitive elements that, together with associated activities  and resources, provide stability and meaning to social life” (Scott 2008). “Lembaga” berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor. Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan (order) dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah.

Kelompok Tani =

adalah organisasi petani dalam arti luas mencakup petani sawah, peternak dan  pekebun. Kelompok tani umumnya dibentuk atas basis lahan, sehingga satu kelompok tani untuk satu areal sawah misalnya. Di banyak tempat, misalnya di Jawa Timur, satu kelompok tani bisanya seluas petani satu dusun.

Dalam literatur kebijakan, kelompok tani didefiniskan sebagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan sumber daya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota. Dalam pengertian ini, KWT dan Taruna Tani sering disebut sebagai kelompok tani juga.

Kelembagaan petani =

Ini sesungguhnya sebutan yang keliru, karena tidak ada lema “farmer institution” dalam literatur berbahasa Inggris. “Institution” tidak pernah diikuti kata benda, namun kata kerja. Contoh yang benar adalah “kelembagaan penyediaan permodalan” (financial support institution), “kelembagaan pemasaran (marketing institution), dll. “penyediaan permodalan” dan “pemasaran” adalah kata kerja.

Apa yang dimaksud dengan “kelembagaan petani” dalam berbagai dokumen terutama regulasi sesungguhnya adalah “organisasi petani”, yaitu kelompok tani, KWT, P3A, dan juga Gapoktan. Misalnya sesuai UU No 19 tahun 2013 tentang P3, Kelembagaan Petani adalah lembaga (seharusnya “organisasi”) yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani. Selanjutnya, Pasal 70 (1) menyebutkan bahwa Kelembagaan Petani terdiri atas Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Asosiasi Komoditas Pertanian, dan Dewan Komoditas Pertanian Nasional.

“Kelembagaan petani” sebagaimana makna dalam UU P3 yakni kelompok tani, KWT, KWT, P3A, UPJA, Gapoktan dan Gapoktan Bersama. KP adalah organisasi petani yang belum berbadan hukum. sedangkan KEP adalah organisasi petani yang telah berbadan hokum yakni berupa koperasi atau PT.

Kelembagaan Eekonomi Petani (KEP) =

Istilah KEP ini hanya dikenal di kalangan Kementerian Pertanian. Sesuai UU No 19 tahun 2013 tentang P3, KEP adalah “lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hokum”. Pasal 70 ayat 2 menyatakan: “Kelembagaan Ekonomi Petani berupa badan usaha milik Petani”. Jadi KEP adalah BUMP. Sesuai UU P3, Pasal 80 (2) Badan Usaha Milik Petani berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk membedakan dengan kelembagaan petani (KP), maka kelembagaan ekonomi petani (KEP) atau disebut juga Badan Usaha Milik Petani (BUMP) merupakan  badan usaha petani yang berbadan hukum. Seseuai UU Perdata, abdan usaha berbadan hukum selain individu (orang) hanya ada tiga, yakni Yayasan, perusahaan (CV, PT, NV, UD, dll), dan koperasi.

Selanjutnya, KEP/BUMP ini terdiri atas dua level pula, yani: (1) individual organization = organisasi ekonomi yg anggota nya individual, yakni orang. Kalau koperasi, ia koperasi primer, sedangkan kalau berupa perusahaan adalah perusahaan biasa, bisa berupa PT, CV dll; dan (2) secondary level organization,  yakni organisasi ekonomi yang anggota nya "individual organization". Jika koperasi ia berbentuk koperasi sekunder (Induk, Gabungan, Pusat), dan kalau berupa perusahan ia berupa holding (induknya beberapa perusahaan) atau corporate atau estate.

 

Badan Usaha Milik Petani (BUMP) =

Sesuai UU No 19 tahun 2013 tentang P3, BUMP persis sama dengan Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP)

Korporasi petani =

Ini merupakan istilah baru yang dilontarkan pertama kali oleh Presiden Jokowi tahun 2017. Bahkan dalam bahasa Inggris sekalipun tidak ada istilah “farmer corporation”.

Dari berbagai literatur,  “farmer corporation” tidak ada, “farmer cooperation” juga tidak ada, tapi “farmer cooperative” ada. Terjemahan “farmer cooperative” tentu saja mestinya “koperasi petani”. “Koperasi” di bahasa Indonesia adalah “cooperative” dalam litaratur berbahasa Inggris.

“Korporasi” yang kita gunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari tentu saja aslinya adalah “corporation”, misalnya “food corporation” atau “big corporation”. Corporation menyebut sesuatu perusahaan yang besar, sebuah holding company, gabungan beberapa perusahaan. Lebih besar dari sekedar perusahaan.


Terjemahan dengan google translate menghasilkan bahwa “cooperative” diterjemahkan menjadi “koperasi, kooperatif”, “corporation” menjadi “korporasi, perusahaan” (kata benda), sedangkan “corporative” adalah “korporasi” (kata sifat).

Dalam Permentan No. 18  tahun 2018  tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani, disini Korporasi Petani adalah “Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani”. Jadi, korporasi petani adalah KEP atau BUMP sesuai dengan UU P3, badan hukumnya bisa koperasi atau perusahaan.

Korporasi petani berisi beberapa koperasi/perusahaan, semua nya milik petani. Korporasi petani bisa dimaknai sebagai satu sistem ketika Koperasi-koperasi atau perusahaan-perusahaan di dalamnya telah berjalan, sehingga seluruh kegiatan on farm dan off farm pada satu kawasan telah menjadi bisnis petani, sehingga nilai tambah atau pendapatannya masuk ke petani.

Organization =

Adalah  kelompok sosial yang dibuat secara sengaja, memiliki tujuan, dan pengurus serta keanggotaan yang tertentu. Organisasi adalah social group yang sengaja dibentuk, memiliki anggota secara jelas, dan dibuat untuk mencapai tujuan tertentu, dimana aturan secara internal pun dinyatakan secara tegas. Dengan demikian, organisasi adalah koperasi, kelompok tani, Gapoktan, dan lain-lain.

Yaitu “a group of people who work together, like a neighborhood association, a charity, a union, or a corporation”.  Namun secara luas adalah: “… refer to a system of arrangement or order, or a structure for classifying things”.

Dalam literatur berbahasa berbahasa Indonesia, utamanya dalam regulasi (misal UU 19 tahun 2013, UU No 16 tahun  2006, dll), “organization” ini disebut sebagai “kelembagaan petani”. Suatu penerjemahan yang keliru tentunya.

****


Rabu, 06 November 2019

Apa Lembaga, Apa Organisasi ?


Apa itu kelembgaan dan organisasi, bagaimana mengukurnya, dan bagaimana merekayasa kelembagaan dan merekayasa organisasi. Show tunggal 7 jam, hehe semoga mangfaat.

Pada kaget waktu saya katakan penggunaan istilah "kelembagaan" pada UU dan Permentan kleru kabeh. Tidak ada istilah "kelembagaan petani", kerana di google sekalipun ga ada "farmer institution", kalo "farmer organization" banyak. "Marketting institution" ada.

Maka "kelembagaan ....." diikuti kata kerja, kalo "organisasi ......" diikuti kata benda. Begitu dah gampang nya ya. Punten ni sedikit ngajarin. PPL harus menyelesaikan kelembagaan, bukan sekedar bikin kelompok tani. KT, Gapoktan ataupun koperasi, hanya 1 aktor saja dalam menyelesaikan kelmbagaan. Ga harus itu. Pertimbangannya 3: siapa yg paling capable sec teknis, yang lebih provitable, dan jg yg lebih manageable. Kira kira demikian lah.

Silahkan yang perlu bahannya: (1) Perbedaan lembaga dan organisasi (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-1-kelembagaan-vs…), (2) lembaga dan kelembagaan agribisnis (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-2-kelembagaan-ag…), dan (3) Korporasi sebagai KEP (https://www.slideshare.net/…/bangka-tengah-3-korporasi-seba…). Juga ada 2 kuesioner: (1) institutional assessment tool (https://www.slideshare.net/…/institutional-assessment-tool-…) dan (2) organizatioan assessment tool (https://www.slideshare.net/…/organization-assessment-tool-y…).

Semoga MANGFAAT, aamiin. ******

Sabtu, 31 Agustus 2019

Apa sih KORPORASI PETANI ?


Semenjak dua setengah tahun terakhir ini, jagad pertanian ramai dengan perbincangan tentang “korporasi petani”. Sebelumnya, sudah lebih dari lima dekade, kita hanya mengenal konsep “kelembagaan petani” yakni kelompok tani dan Gapoktan.
Ok sebelum mulai, sedikit catatan: semua social group yang ada pengurusnya, jelas anggotanya, dibentuk dengan sengaja, dll = adalah ORGANIZATION. Mestinya diterjemahkan jadi “organisasi petani”, bukannya kelembagaan petani. Makanya di google ga akan nemu “farmer institution”, kalau “farmer organization” banyak. Gampang nya, “kelembagaan .......” mestinya diikuti kata kerja, sedangkan “organisasi .......” diikuti kata benda. Deal ya, sip.
Dari mana urusan korporasi ini berawal?
Istilah “korporasi” menjadi isu ketika pada pertengahan tahun 2017, Presiden Joko Widodo tiba-tiba memperkenalkan konsep "korporasi petani" sebagai sebuah bentuk manajemen baru dalam pengelolaan agribisnis terutama padi. Hal ini semakin menguat ketika dibahas dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang khusus membahas bagaimana "Mengkorporasikan Petani" yang diikuti oleh antara lain Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, serta Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas. Selain itu hadir pula sejumlah Menteri Kabinet Kerja lainnya ditambah beberapa gubernur serta pimpinan PT Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan Terhubung Sukabumi.
Presiden Joko Widodo menjadikan konsep koperasi petani secara modern yang dimotori oleh PT Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan Terhubung di Sukabumi sebagai percontohan. Presiden mengapresiasi pendirian koperasi itu karena konsep korporasi petani dilakukan secara menyeluruh dari mulai pengolahan sampai penjualannya, termasuk pengemasan yang modern dan menarik, sehingga bisa masuk langsung ke industri retail.
Bahkan pada level on farm nya, usahatani padi dilakukan secara modern dengan melibatkan teknologi modern untuk mengetahui lokasi lahan, kondisi lahan, termasuk sistem pemasarannya yang dilakukan secara daring (cikal bakal 4.0 tea meureun ya). PT. BUMR Pangan Terhubung merupakan koperasi yang melakukan proses pengolahan beras dari hulu ke hilir dengan menggandeng para petani sekitar. Selain itu, koperasi itu juga memberikan pendampingan selama masa tanam termasuk menyediakan pinjaman modal. Panen dan pengemasannya pun kemudian diolah dengan menggunakan teknologi modern, termasuk penjualannya yang didistribusi secara langsung ke toko retail maupun menggunakan media sosial.
Apa sih “korporasi” ?
Sebelumnya, regulasi di seputaran Kementan ga kenal istilah ini. Pada UU No 19 tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani; UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; serta Permentan No. 82/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan misalnya; hanya mengenal istilah “kelembagaan petani”, “kelembagaan ekonomi petani” (KEP), dan “Badan Usaha Milik Petani” (BUMP). Baru lah pada Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018  tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani;  termaktub kata “korporasi”.
Nah, sesungguhnya apa yang disebut dengan “korporasi petani” tadi, lebih kurang ya itulah KEP atau BUMP tadi. Dalam Permentan No 18 tahun 2018,  disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah “Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani”. Jadi, koprorasi petani ya KEP atau BUMP tadi, badan hukumnya bisa koperasi atau perusahaan.
Dalam referensi “korporasi” (corporation) adalah “.... a company, a group of people or an organization authorized to act as a single entity (legally a person) and recognized as such in law. Beberapa kata kunci untuk menjelaskan nya adalah: business, company, firm, enterprise, organization, establishment, corporate body. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI) “korporasi” adalah badan usaha yang sah; badan hukum; perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Kata corporate biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan besar atau induk perusahaan. Artinya, perusahaan tersebut merupakan perusahaan inti yang memiliki bermacam-macam anak perusahaan di bawahnya. Korporasi biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan yang besar, memiliki banyak anak perusahaan, sudah berdiri lama, terbukti tangguh, dan telah memberikan keuntungan yang besar.
Korporasi petani juga dimaksudkan untuk melindungi petani sebagai produsen utama bahan pangan dan meningkatkan keuntungan petani. Menteri Pertanian mengungkapkan, dengan besarnya jumlah petani saat ini sangat diperlukan kelembagaan petani yang profesional. Menurut Mentan: "Korporasi petani jadi di sebenarnya kelompok petani besar, dari kelompok tani nanti dikorporasikan. Jika korporasi petani berjalan bisa buat benih sendiri, bisa olah tanah sendiri, lalu biaya pengolahan bisa turun 40 persen karena menggunakan mekanisasi yang dikelola oleh manager profesional.
Apa ada paradigma baru dari pendekatan korporasi ini?
Ya, ada. Saya kira bisa disebut “korrporasi” membawa paradigma baru. Jika benar korporasi ini mau dijalankan, maka setidaknya beberapa perubahan akan terjadi dengan sendirinya, suka ga suka, yaitu:
1.                   Pemberdayaan tidak lagi berbasis charity, tapi BISNIS. Sebutlah ini suatu Empowerment bussiness based. Semua orang yang diajak ke kegiatan ini dimulai dengan DUIT. Bunyi ajakannya: “jika bapak ikut di sini, maka pendapatan bapak akan naik dua kali lipat, kapan? ......... tahun depan. Hehe”. Maka, ga ada lagi istilah petani “kurang sadar”. Yang ada adalah misalnya: “petani ga mau terlibat karena melihat keuntungan yang dijanjikan masih kecil”.
2.                   ERA BANTUAN demi bantuan akan berkurang dan BERAKHIR. Eranya diganti dengan pinjaman, saham, kerjasama, mitra, dst. Ini lah maksudnya prinsip subsidiary tersebut, jika masyarakat bisa menjalankan urusannya sendiri, ngapain negara ikut-ikut bantu. Menuju masyarakat madani, civil society. Kita sudah merdeka cukup lama, sudah saat nya kita coba paradigma baru.
3.                   Relasi yang dibangun RELASI BISNIS. Semua pihak, secara horizontal (sesama petani, sesama kelompok tani), maupun vertikal (antara petani dan pedagang, antara kelompok tani dengan perusahaan) merupakan relasi bisnis. Saling cari untung. Saling dapat untung. Kalau kira-kira merugikan ya ga usah ikut.
4.                   Organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa, tapi lebih besar dan lebih tinggi. Setidaknya satu korporasi bekerja pada LEVEL KECAMATAN. Sebelumnya kita hanya mengenal kelompok tani di level dusun, dan Gapoktan di level desa. Keatas nya? Belum kefikiran. Bagaimana satu Gapoktan berhubungan dengan satu Gapoktan ga pernah dibicarakan. Kenapa? Ya, karena pada hakekatnya KT dan Gapoktan kita bikin lebih untuk menyalurkan bantuan. Masih sebatas fungsi administratif. Ada cap kelompok, semua legal. Model begini lambat laun akan berakhir.
5.                   Korporasi tidak bisa lagi menjadi “milik” satu kementerian. Ia akan menjadi milik semua pihak. Ga milik si A atau si B. Tapi milik petani. KOPRORASI nya PETANI. Semua kementerian harus antri di belakangnya. Mau kasih ide apa, dukungan apa, silahkan. Tapi yang punya korporasi adalah PETANI. Milik PETANI. Makanya disebut “korporasi petani”. Makanya, saat ini setidaknya sudah ready PT MBN (Mitra Bumdes Nasional) untuk mendukung dalam permodalan, dengan berbagai skemanya.
Apakah Serasi menerapkan PPP?
Ada sedikit pertanyaan, apakah korporasi ini sejalan dengan ideologinya pemberdayaan global saat ini, yakni “public-private partenership” (PPP)? Saya kira, ya. Sejalan-sejalan saja, ga usah kuatir. Sesuai penjelasan di atas, korporasi  dikembangkan dengan basis bisnis, bukan “basis prorgam”. Sesuai teori, untuk bisnis yang paling efisien ya relasi pasar, ya oleh pelaku pasar. Itulah perusahaan-perusahaan swasta (private).
Apa PPP? “Public-private partenership is a long-term contract between a private party and a government entity, for providing a public asset or service, in which the private party bears significant risk and management responsibility, and remuneration is linked to performance". Simpelnya: PPP adalah kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan pemerintah. Artinya, semua pelaku bisnis yang ada di lapangan diajak kerjasama, tidak disingkirkan.  
PPP ini menjadi andalan lembaga-lembaga pemberdayaan dunia dalam pemberdayaan masyarakat, misalnya Fao dan Worldbank.  Serasi mestinya tidak meng-exluded pelaku-pelaku lain yang sudah eksis. Jika untuk menjalankan mesin huller canggih gunakan pengusaha-pengusaha yang sudah ada. Mereka sudah faham betul masalah mesin, sudah puluhan tahun. Mereka ini juga “petani. Dalam UU 16 tahun 2006 mereka disebut dengan “pelaku usaha”. Mereka juga aset bangsa. Tidak disingkirkan, tapi diajak kerjasama.
Selain Kementan, Kemendes dan grup BUMN sesungguhnya juga sudah menginisiasi perusahaan-perusahaan petani dengan bentuk dan tujuan yang sama dengan apa yang disebut dengan “korporasi Petani” dalam Permentan No 18 tahun 2018. Mereka menyebut kegiatan tersebut dengan “Pembinaan dan Digitalisasi Sistem Pertanian”  atau “Layanan Kewirausahaan Petani Melalui Digitalisasi Dan Korporasi Pertanian”. Kedua konsep ini memiliki banyak kesamaan, yaitu sama-sama membentuk organisasi usaha ekonomi formal berupa perusahaan berada di level kecamatan. Namun demikian, strategi  pengembangannya berbeda. Terbalik dengan Kementan yang menggunakan strategi dari bawah, yakni menumbuhkan korporasi-korporasi petani dengan mengembangkan dari Gapoktan-Gapoktan di desa; Kemendes dan BUMN memulai dari atas dengan menyediakan sumber permodalannya di tingkat nasional.
Pada 4 April 2017 telah dilakukan Penandatanganan Akta Notaris Pendirian PT Mitra BUMDes Nusantara. PT Mitra BUMDes Nusantara dibentuk sebagai holding untuk mengkoordinir BUMDes-BUMDes dengan kepemilikan saham 51% PT Mitra BUMDes Nusantara dan 49% BUMDes. Kesepakatan ini dilakukan berbagai pihak di antaranya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT),  BULOG, dan BUMN lain. Tujuan pokoknya adalah agar seluruh BUMDes di seluruh desa memiliki pendampingan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan.
Apa Bentuk persisnya nanti korporasi?
Saat ini beredar berbagai istilah yang membingungkan khalayak, misalnya “koperasi yang dikorporasikan”, “mengkorporasikan petani”, “korporasi pangan”, dan lain-lain.
Ya, karena ini kata serapan, maka kita perlu mengok asbabun nuzulnya. Aslinya dari sana ada istilah “corporate” dan “corporation” yang kata benda; dan “corporative” yang kata sifat. Maka untuk kita di Indonesia, sebagai kata benda mestinya diterjemahkan menjadi “korporasi” dan untuk kata sifat bisa diterjemahkan menjadi “korporatif”.
Jika korporasi ya itu lah dia berbentuk koperasi atau perusahaan. Jika berbentuk koperasi, maka ia berupa “koperasi pusat”. Ini adalah sebuah bentuk secondary level organization, yakni organisasi yang anggotanya adalah beberapa organisasi primer (primary organization). Kalo primary organization anggotanya orang atau individu.  
Sesuai Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang koperasi, ada empat tingkatan koperasi yakni koperasi primer paling rendah, lalu Pusat di atas nya, lalu Gabungan, dan paling tinggi Induk. Maka, korporasi yang ada di level kecamatan tentunya merupakan sebuah “koperasi induk”. Menurut UU ini Koperasi Pusat merupakan gabungan dari paling sedikit 5 koperasi primer yang berbadan hukum dan biasanya berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
Nah, jika nanti korporasi berbentuk perusahaan, maka ia gabungan perusahaan. Korporasi membawahi beberapa perusahaan kecil-kecil, misalnya perusahaan yang memproduksi benih ungl berlabel, perusahaan perdagangan pupuk, perusahaan penggilingan, dll.

Apakah sama korporasi dengan Corporate Farming ?

Maaf, saya beberapa kali ditanya tentang ini, baik langsung atapun melalui WA.
Jawabannya: BEDA. Beda banget. Corporate farming bermain di onfarm, korporasi bermain di off farm.
Korporasi tidak mengganggu gugat urusan petani di lahan (setidaknya untuk sementara). Petani silakan semai benih, mencangkul, membajak, menama, menyemprot, panen, jual; silahkan. Itu urusan petani. Korporasi MELAYANI PETANI. Korporasi adalah wujud dari mimpi petani selama ini. Mimpi yang rutin saban malam mendatangi petani adalah bagaimana caranya beli benih yang bagus tepat waktu, bagaimana bisa dapat pupuk murah dan bagus, dan bagaimana dapat air teratur, dan bagaimana pas nanti panen harga jual tinggi ga dipermainkan tengkulak.
Jadi, jika agribisnis kita bagi tiga (input, proses, dan output), maka korporasi bermain di input dan output, petani di proses. Yaitu menyediakan input yang bagus dan murah, dan membeli hasil petani dengan harga bagus. Lihat betapa indahnya niat korporasi. Tentu ga akan ada petani yang menolak.
Korporasi tidak hendak mengulang kegagalan program corporate farming yang lalu. Corporate farming pernah diujicobakan di beberapa lokasi di Indonesia untuk komoditas padi tahun 2000, lebih kental pada nuansa konsolidasi lahan yang dibalut dengan  penyatuan manajemen usahatani. Pernah digulirkan rencana rice estate dengan target 100.000 ha. Landasan ilmiah nya adalah karena tidak ekonomisnya pengusahaan karena penguasaan lahan petani padi yang sudah sangat sempit terutama di Jawa yakni di bawah 0,3 ha per rumah tangga. Dengan penyatuan lahan-lahan yang sempit ini kepada satu manajemen, maka akan dicapai efisiensi teknis dan ekonomis.
Dalam pola ini para petani yang memiliki lahan sempit dapat menyerahkan pengelolaan lahannya kepada suatu organisasi agribisnis melalui perjanjian kerja sama ekonomi. Jadi petani selaku pemegang saham sesuai luas kepemilikannya. Melalui corporate farming akan mampu ditingkatkan produktivitas lahan karena menggunakan teknologi paling unggul, dimana beberapa teknologi menuntut skala minimal agar lebih ekonomis misalnya operasional traktor pengolah tanah.
Ini tentu ide yang bagus. Namun hambatannya lebih pada sosiologis-psikologis. Petani yang lahannya segitu-gitunya rasa ga percaya, apalagi jika pematangnya dihancurkan demi efisiensi kerja mesin.
Kira-kira demikian lah, gambaran ringkas apa itu KORPORASI PETANI. Mungkin benar mungkin ga. Ini saya rumuskan dari berbagai referensi ditambah keterlibatan di Demfarm Korporasi Petani di Kab Karawang dan Program SERASI. Semoga mangfaat, thanks.

Minggu, 26 Februari 2017

KOPERASI PERTANIAN untuk KEDAULATAN PANGAN



Permasalahan Pertanian


Sektor pertanian masih menghadapi sejumlah permasalahan pokok. Beberapa permasalahan di antaranya adalah: (1) Status dan luas kepemilikan lahan petani yang sempit, dimana lebih dari 9,55 juta KK petani hanya memiliki lahan kurang dari 0.5 ha, (2) Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, air bersih, dan energi/listrik yang belum memadai, (3) Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga perbankan, (4) Lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh pertanian, (5) Kemampuan manajerial petani dalam agribisnis yang masih terbatas, (6) serta fenomena perubahan iklim global yang makin ekstrim, meningkatnya degradasi sumberdaya pertanian termasuk sumberdaya genetik dan meningkatnya kerusakan lingkungan.
Selain permasalahan-permasalahan ini, sektor pertanian juga masih dihadapkan pada persoalan terbatasnya akses pasar dan permodalan. Akses petani khususnya petani kecil, terhadap pasar  dan permodalan  sangat terbatas. Dinamika pasar dalam era global diikuti perubahan permintaan konsumen ke arah barang-barang yang lebih berkualitas dan kompetisi pasar yang makin ketat, menjadikan petani kita yang sebagian besar petani kecil semakin ketinggalan dalam menyesuaikan posisi mereka dengan  dinamika pasar global. Pada tataran pasar domestik, petani kita juga masih dihadapkan pada posisi tawar yang lemah karena kurangnya  informasi pasar,  lemahnya modal dan dukungan teknologi pasca panen, menghadapi distorsi pasar,  dan  pasar yang tidak efisien. Pemerintah terus berupaya mengatasi berbagai permasalahan tersebut melalui kebijakan dan program pembangunan yang terencana dan terarah.
Jumlah Petani Kecil Dominan
Persoalan mendasar yang dihadapi oleh sektor pertanian terutama adalah  fakta bahwa sebagian besar petani tergolong petani kecil yang sulit untuk memperoleh tingkat kesejahteraan yang layak dengan luasan lahan yang mereka miliki. Golongan  petani kecil tersebut jumlahnya sampai saat ini masih cukup besar. Sesungguhnya petani kecil merupakan gejala yang umum di berbagai belahan dunia, dan karena itu membutuhkan pemikiran dan strategi yang kreatif untuk menanganinya.
Di Asia Pasifik,  87 persen usaha pertanian tergolong pertanian kecil (435 juta orang), Di China jumlah petani dengan lahan di bawah  2 hektar berjumlah 193 juta orang, di India sebanyak 93 juta orang. Dan, sebagai informasi, sebanyak 75 persen warga miskin dunia adalah petani kecil.  Bagaimana posisi di Indonesia?
Jika batasan 2 hektar digunakan sebagai batas untuk mendelineasi  cakupan petani kecil,  maka lebih dari 90% petani Indonesia termasuk kategori ini. Namun, jika digunakan  batas 1 hektar, maka jumlah petani kecil sekitar 76 %, sedangkan jika digunakan batas 0,5 hektar, jumlah petani kecil  adalah 53%. Jika  hanya dilihat untuk Pulau Jawa saja, kondisinya akan lebih buruk lagi.  Dengan batas 1 hektar jumlah petani kecil sekitar 90%,   dan jika  menggunakan batas 0,5 ha terdapat  69%  petani kecil.
Selama tiga dekade jumlah petani kecil semakin meningkat.  Pada Sensus Pertanian (SP) 1983  jumlah petani dengan luas rata-rata penguasaan lahan   < 0,5 ha  mencapai 40,8 %, lalu meningkat menjadi 48,5 % pada SP 1993, dan membengkak lagi menjadi 56,5 % pada SP 2003. 
Perbaikan kesejahteraan petani, khususnya petani kecil, melalui program-program pembangunan pertanian dan perdesaan bukan hanya urusan aspek teknis semata, namun juga menyangkut aspek kelembagaan petani. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita bahwa banyak inovasi teknologi baru yang telah dihasilkan, namun tidak atau kurang dapat diimplementasikan di lapang untuk meningkatkan produktivitas pertanian sesuai yang diharapkan.  Tujuan kementerian Pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani dapat ditempuh salah satunya melalui koperasi pertanian, yang sesungguhnya juga sejalan seiring dengan penerapan Kedaulatan Pangan.
Kedaulatan Pangan
Berkenaan dengan kedaulatan pangan, konsep kedaulatan pangan secara resmi telah menjadi tujuan dan juga pendekatan dalam pembangunan pangan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, bersama-sama dengan “kemandirian pangan” dan “ketahanan pangan”. Kedaulatan pangan merupakan suatu strategi dasar untuk melengkapi ketahanan pangan sebagai tujuan akhir pembangunan pangan. Kedua konsep ini sesungguhnya sejalan dan saling melengkapi. Dapat dikatakan, jika ketahanan pangan adalah tujuan, kedaulatan pangan adalah prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada intinya, kedaulatan pangan berkenaan dengan hak dan akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana produksi, teknologi, pemasaran serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat diukur pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas, wilayah dan juga nasional.
Undang-Undang tentang Pangan telah menetapkan bahwa pembangunan pertanian berupaya untuk mencapai tiga hal sekaligus yaitu “kedaulatan pangan”, “kemandirian pangan”, dan “katahanan pangan”. Masuknya aspek kedaulatan pangan merupakan konsekuensi bahwa Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya melalui UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ECOSOC Rights).
Tidak dapat dipungkiri, konsep kedaulatan pangan pada awalnya dilahirkan dan dirumuskan oleh para petani dan pendamping pemberdayaan yang kurang puas dengan sistem pertanian dunia yang berlangsung. Kedaulatan pangan berupaya mempertahankan dan mendorong model produksi pertanian agro-ekologis, perdagangan pertanian yang proteksionis dan mendorong pasar lokal, pendekatan terhadap sumber daya genetik pertanian yang bersifat komunal,  serta mengedepankan wacana lingkungan pembangunan hijau (green development).
Saat ini, kedaulatan pangan telah menjadi agenda resmi internasional. Pada konferensi regional FAO ke-22 bulan  Maret 2012 misalnya, telah disepakati bahwa konsep kedaulatan pangan bukanlah lawan ataupun alterantif dari ketahanan pangan. Kedaulatan pangan dipahami sebagai kebijakan pangan yang sifatnya lebih mendasar, yang bersama-sama dengan konsep Pertanian Keluarga (Family Farming) adalah strategi untuk memerangi kelaparan dunia. 
Pada pasal 1 Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan bahwa: “Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan sumber daya lokal”. Pada “Nawacita” Presiden yang memuat sembilan agenda perubahan, Kedaulatan Pangan tercantum secara jelas pada agenda nomor 7 yakni ”Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik”. Dalam cita nomor 7 ini ada lima program, dan salah satunya adalah membangun kedaulatan pangan.
Khusus untuk membangun kedaulatan pangan disebutkan akan digunakan berbagai pendekatan di antaranya adalah stop impor pangan, penanggulangan kemiskinan pertanian dan dukungan re-generasi petani, implementasi reforma  agraria, dan pembangunan agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank khusus untuk  pertanian, UMKM dan koperasi. Penanggulangan kemiskinan pertanian dan regenerasi petani, berupa empat solusi yaitu: (1) 1.000 desa berdaulat benih hingga tahun 2019, (2) peningkatan kemampuan organisasi petani dan pelibatan aktif perempuan petani sebagai tulang punggung kedaulatan pangan, (3) rehabilitasi jaringan irigasi yang rusak pada 3 juta ha pertanian, dan (4) dukungan regenerasi petani muda Indonesia.
Hal ini diterjemahkan di Kementerian Pertanian, bahwa kedaulatan pangan dicapai melalui 5 usaha yaitu: (1) peningkatan produksi pangan pokok, (2) stabilisasi harga bahan pangan, (3) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan, (4) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan, dan (5)  perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat.
Peningkatan produksi pangan pokok dicapai melalui 15 kegiatan. Di antaranya yang berkenaan dengan kedaulatan pangan adalah: pengembangan 1000 Desa Mandiri Benih, pemulihan kualitas kesuburan lahan yang airnya tercemar, pengembangan 1000 desa pertanian organik, pencipataan sistem inovasi nasional, perluasan lahan kering 1 juta ha, pendirian unit perbankan untuk pertanian, peningkatan kemampuan petani dan organisasi petani, pelibatan perempuan petani/pekerja, pencipataan daya tarik pertanian bagi TK muda, serta rehabilitasi 3 juta ha jaringan irigasi rusak dan bendungan.
Dalam Rencana Kerja Kementerian Pertanian 2015-2019, berbagai program yang akan dijalankan pemerintah adalah perluasan 1 juta ha lahan sawah baru, perluasan pertanian lahan kering 1 juta Ha di luar Jawa, perbaikan/pembangunan irigasi untuk 3 juta ha lahan sawah, pengendalian konversi lahan, pemulihan kesuburan lahan yang airnya tercemar, 1000 desa mandiri benih, pembangunan gudang dengan fasilitas pengolahan pascapanen di tiap sentra produksi, Bank pertanian dan UMKM, peningkatan kemampuan petani, pengendalian impor pangan, reforma agraria 9 juta Ha, 1000 Desa pertanian organik, terbangunnya 100 Techno Park dan 34 Science Park, serta pemanfaatan lahan bekas pertambangan.
Kedaulatan Pangan untuk Petani Kecil
Ide dasar kedaulatan pangan adalah mengangkat kesejahteraan petani kecil yang selama ini masih terpinggirkan. Pendekatan kedaulatan pangan lebih menghargai budaya lokal, sehingga petani dapat menanam varietas sendiri yang disukainya, dengan cara sendiri, dan memasak dengan selera sendiri karena menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Kedaulatan pangan juga mendukung spenuhnya pola-pola pertanian yang berbasis keluarga. 
Kedaulatan pangan akan terwujud jika petani sebagai penghasil pangan memiliki, menguasai dan mengkontrol alat-alat produksi pangan seperti tanah, air, benih dan teknologi sendiri. Maka, reforma agraria menjadi hal yang sangat penting. Dalam hal distribusi, kedaulatan pangan tidak menegasikan perdagangan, namun perdagangan diselenggarakan apabila kebutuhan pangan individu hingga negara telah terpenuhi.
Inti kedaulatan pangan adalah pada petani, dengan memberi perhatian (recognition) dan memperkuat (enforcement) hak masyarakat secara bebas memutuskan pertanian dan kebijakan pangan untuk memerangi kelaparan dan kemiskinan. Hal ini diperkuat dalam UU No 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pada bagian penjelasan disebutkan bahwa: “Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap Orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan”.
Dalam konteks inilah, bahwa koperasi pertanian merupakan wadah sekaligus alat perjuangan petani untuk bersama-sama bersinergi menjalankan usahanya mencapai kedaulatan pangan. Di dalam koperasi, para petani akan memperoleh collective action yang kuat, dan menjadi alat untuk untuk mendapatkan posisi ekonomi yang kompetitif di antara berbagai pelaku ekonomi lain.
Peran Koperasi Pertanian sungguh Urgen
Berkenaan dengan koperasi, sudah lama disepakati suatu Nota Kesepakatan antara Menteri Pertanian dan Kementerian Koperasi dan UKM tentang Pembinaan dan Fasilitasi Gapoktan membentuk koperasi pertanian. Melalui nota No. 01/Mentan/MOU/OT.220/I/2011 dan No. 01/NKB/M.KUM/I/2011 ini telah disetujui bahwa Kementerian Pertanian bertanggung jawab dalam pengembangan sistem pemberdayaan petani dan kelembagaan petani.  Pengembangan Gapoktan akan diarahkan untuk membentuk “koperasi pertanian”, dan Gapoktan akan memperoleh latihan dan difasilitasi untuk mendapatkan badan hukum dari jajaran Kementerian Koperasi dan UMKM.
Landasan koperasi pertanian pada hakekatnya sama dengan koperasi jenis lain, yakni Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Kita semua menyadari bahwa Koperasi memiliki berbagai keunggulan, dimana sebagai badan usaha dapat melakukan kegiatan usahanya sendiri, namun dan dapat juga bekerja sama dengan badan usaha lain seperti perusahaan swasta maupun perusahaan negara.
Jika dihubungkan dengan UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3), koperasi merupakan salah satu bentuk Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP). Berbagai program di Kementerian Pertanian berupaya mengarah kepada koperasi sebagai organisasi petani yang berbadan hukum. Pengembangan Porgram PUAP misalnya, dimana di dalamnya juga dikembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) diarahkan untuk berbadan hukum dengan membentuk koperasi. Saat ini, per Februari 2017, telah beroperasi 1.509 unit LKMA yang sedang mengarah kepada bentuk keperasi pertanian. Selain itu, sebagian Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) yang dikelola oleh Badan Ketahanan Pangan juga mengarah kepada koperasi jika sudah memenuhi syarat, yang menjadi bidang usaha dari Gapoktan sebagai induk organisasinya.
Koperasi pertanian dapat mengambil beberapa bentuk berdasarkan jenis usahanya, yaitu sebagai Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Jasa, Koperasi Simpan Pinjam, dan juga Koperasi Serba Usaha. Sebagai misal, para petani sangat membutuhkan koperasi pemasaran hasil pertanian. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki koperasi pemasaran hasil produksi pertanian yaitu dapat meningkatkan efisiensi usaha, meningkatnya cakupan usaha, meningkatkan posisi tawar petani dalam persaingan usaha, memperkuat dan memperluas jaringan usaha, mengurangi biaya transaksi, serta mengurangi resiko ketidakpastian. Kebutuhan untuk koperasi  pertanian di bidang pemasaran tidak terhindarkan dalam kondisi masih besarnya margin harga pada tingkat konsumen dan produsen, masih terbatasnya akses pasar petani, dan harga-harga yang masih sering berfluktuasi.
Koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960-an hingga awal tahun 1970-an, dimana koperasi pertanian diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Saat itu kita mengenal adanya koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Saat ini, koperasi yang berkembang bagus adalah koperasi peternakan sapi perah  dan koperasi tebu rakyat.
Secara total, pada tahun 2015 ada sebanyak 150.223 koperasi aktif, dengan anggota 37, 8 juta orang. Khusus untuk sektor pertanian, per Februari 2017 telah ada 6.512 unit koperasi pertanian. Di sisi lain, total usaha pertanian saat ini hampir 25 juta unit, yang merupakan lebih kurang 60 % dari keseluruhan unit usaha yang ada secara nasional.  Satu ciri khas usaha di sektor pertanian adalah sebagian besar merupakan usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta/thn.  Oleh karena itu, dengan kondisi ini daya dukungnya sangat lemah dalam memberikan kesejahteraan bagi para pekerja. Salah satu strategi untuk memperkuat kondisi ini adalah mebangun jejaring usaha dan menyatukan diri dalam koperasi

*****