Kecamatan Sebagai Unit
Manajemen Pembangunan Terendah: sebuah
pilihan cerdas
Menggunakan kecamatan sebagai basis
pengorganisasian pembangunan pertanian di tingkat lapang merupakan sebuah
pilihan yang cerdas, meskipun sesungguhnya ide dan berbagai pilot project telah diujicobakan, namun
belum ada yang terealisir memuaskan. Misalnya Kecamatan Development Project
(KDP) yang didukung World Bank, yang berupaya menjadikan kecamatan sebagai unit
manajemen terendah perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan.
Besaran sebuah kecamatan merupakan
pilihan yang tepat dimana sebaran geografisnya cukup luas namun masih mampu dimenej
secara efektif, sehingga akan memberikan
efisiensi dalam komunikasi, namun cukup besar untuk mencapai satu skala bisnis
yang kompetitif. Pada hakekatnya, kecamatan memiliki berbagai dimensi pembangunan,
yakni sebagai penghubung komunikasi birokrasi atas bawah, unit administrasi
terkecil pada level pelaksanaan pembangunan, koordinasi penyuluhan pertanian,
serta sekaligus sebagai unit bisnis yang cukup untuk mewujudkan korporasi
petani. Prasarana lain juga telah tersedia di level yang sama misalnya adalah
BRI unit, demikian pula dengan pengembangan kawasan pertanian dan korporasi
sesuai dengan Permentan No 18 tahun 2018.
Kelembagaan pertanian di level kecamatan
adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Saat ini, jumlah Balai Penyuluhan Pertanian (atau dengan nama
yang berbeda tergantung wilayah) di kecamatan terus meningkat, yakni tahun 2013
sebanyak 5.016 unit meningkat terus sampai tahun 2017 menjadi 5.515 unit. Namun, jumlah ini bahkan belum memenuhi satu
BPP per kecamatan, karena pada tahun 2017 ada 7.094 unit kecamatan.
BPP Sebagai Koordinator
Pembangunan Pertanian Di Kecamatan
BPP dapat menjadi inti dari agent of change pembangunan
pertanian. Semenjak awal, BPP yang pada tahun 1970an bernama BPMD (Badan
Pengembangan Masyarakat Desa), sesungguhnya telah di-setting untuk memiliki berbagai fungsi. Peran BPP adalah sebagai lembaga penyuluhan,
tempat pelatihan petani, sebagai simpul koordinasi pembangunan pertanian dengan
melibatkan seluruh stakeholders bahkan di luar Kementan, serta sebagai pusat
informasi bisnis yang menyediakan data harga dan peluang pasar berbagai
komoditas. Fungsi ini akan dipenuhi karena BPP juga tempat mangkalnya penyuluh
pertanian swaday dan swasta (private
extension workers).
Selain itu, BPP
juga sebagai pengumpul data statitik dan sistem early warning untuk melaporkan dengan cepat dan akurat perkembangan
pertanian serta permasalahan mendesak dari lapangan. Artinya, BPP menjadi admin
yang memperbaharaui data Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan)
Kondisi BPP Saat Ini
Secara umum, keberadaan kelembagaan penyuluhan saat ini sedang lemah
utamanya semenjak dihapuskannya Bakorluh di propinsi dan Bapeluh di kabupaten.
Ini merupakan efek dari pelaksanaan UU No 23 tahun 2014 tentang tentang
Pemerintahan Daerah, meskipun sesungguhnya
sangat mendukung eksistensi penyuluhan pertanian di daerah.
Lima tahun
terakhir berlangsung multi tafsir pada berbagai kalangan karena ketiadaan frasa
“penyuluhan pertanian” dalam UU ini. Urusan pemerintah sektor pertanian dalam
UU ini hanya dimuat dalam dua matrik lampiran yakni urusan pemerintahan bidang
pertanian (Lampiran AA) serta bidang pangan (Lampiran I). Penyuluhan pertanian
tidak dicakup oleh kedua urusan ini, sehingga banyak yang memaknai bahwa
seolah-olah penyuluhan pertanian akan “dihilangkan” di daerah.
Padahal jika
dicermati dengan baik, UU 23 tahun 2014 sesungguhnya tetap mendukung eksistensi
kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah, sebagaimana juga berbagai
undang-undang lain sektor pertanian. Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Pemda ini
menjelaskan mekanisme pembentukan urusan pemerintahan sebagai dasar pembentukan
kelembagaan di daerah, yakni dengan menyusun Peraturan Presiden. UU
pemerintahan daerah lahir untuk mewujudkan otonomi daerah dengan azas utamanya
adalah desentralisasi. Desentralisasi dalam penyuluhan (decentralize extension) bermakna sebagai “Promote pluralism in extension by
involving public, private and civil society institutions”.
Bagaimanapun
kita semua mengakui bahwa puluhan ribu petugas penyuluh pertanian yang ada saat
ini merupakan sumberdaya birokrasi dan manajemen pembangunan pertanian yang
menjadi tulang punggung Kementerian Pertanian semenjak era Bimas sampai dengan
era UPSUS Pajale. Negara pun menjamin keberadaan penyuluhan pertanian. Selain
UU 23 tahun 2014, setidaknya ada enam peraturan perundangan lain yang mendukung
pembentukan penyuluhan pertanian di daerah.
Untuk
mewujudkan multifungsi BPP dibutuhkan berbagai dukungan, mulai dari prasarana,
sumberdaya manusia, serta juga regulasi. Dalam kondisi kuatnya efek domino UU
23 tahun 2014, maka salah satu solusinya adalah Prepres kongkurensi yang RPP
sudah disusun sejak 3 tahun lalu.
Kebutuha terhadap Perpres
Kongkurensi
Perpres kongkurensi
merupakan keniscayaan untuk merevitalisai BPP. Sebagaimana pasal 15 UU No 23 tahun
2014, secara jelas disebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan
bersama antara pemerintah pusat dan daerah, atau dilaksanakan SECARA KONGKURENSI.
Karena “Penyuluhan Pertanian” tidak menjadi bagian dalam lampiran UU No 23
tahun 2014, dapat dimaknai bahwa penyuluhan pertanian tetap dijalankan dengan
berpedoman kepada UU No 16 tahun 2006. Hal ini perlu menjadi perhatian
pemerintah daerah sehingga tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan
kelembagaan dan operasionalisasi penyuluhan pertanian. Menunggu keluarnya
Perpres tersebut, sebagai revisi Perpres No 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, maka keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah tidak boleh
dirubah sesuai dengan Surat Edaran Mendagri tanggal 16 Januari 2015. Saat ini kinerja
penyuluhan sangat tergantung pada tingkat pemahaman dan komitmen pimpinan
daerah.
UU 23 tahun
2014 Mengamanatkan Pembentukan Perpres. UU No 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 15 menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan
urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan secara
konkurensi. Selengkapnya, Pasal 15 ayat (2) berbunyi: “Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran
Undang-Undang ini menjadi kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan
yang penentuannya menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13”. Lalu Ayat (3):
“Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan peraturan presiden”.
Pelaksanaan
secara kongkurensi ini tentu sangat sejalan dengan konsep otonomi daerah,
dengan berbasiskan prinsip mendekatkan pelayanan penyuluhan kepada petani yang
tersebar luas dengan tingkat keterbatasan komunikasi dan trasnportasi yang
beragam. Artinya, desentralisasi urusan penyuluhan merupakan suatu keniscayaan.
Pendapat ini
juga diperkuat oleh Pasal 345, dimana: (1) Pemerintah Daerah wajib membangun
manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik, dan
(2) Manajemen pelayanan publik meliputi salah satunya adalah penyuluhan kepada
masyarakat (ayat 2 point e).
UU No 16 tahun
2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan
dengan jelas pendirian kantor penyuluhan pertanian di kecamatan berupa Balai
Penyuluhan (Pasal 8 ayat 2). Perpres No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Pasal 2 menjelaskan bahwa kelembagaan
penyuluhan mencakup mulai dari pusat sampai kecamatan. Azasnya adalah
konkurensi.
Prinsip ini
juga didukung oleh Pasal 231 UU Pemda yang berbunyi: “Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan memerintahkan
pembentukan lembaga tertentu di Daerah, lembaga tersebut dijadikan bagian dari
Perangkat Daerah yang ada setelah dikonsultasikan kepada Menteri dan menteri
yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan bidang pendayagunaan aparatur
negara”.
Aturan lain
yang sangat penting adalah Peraturan Presiden No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan mencakup mulai
dari pusat sampai kecamatan. Azasnya adalah konkurensi. Lalu, pada Pasal 12
terbaca bahwa di tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan.
Aturan ini sesuai dengan posisi struktur kelembagaan penyuluhan pertanian pasca
UU 23 tahun 2014.
Dukungan
yang Dibutuhkan BPP Ke Depan
Saat ini, kondisi
balai penyuluhan masih lemah baik dari sisi dukungan SDM, prasarana dan penganggaran, karena beragam
dan cenderung lemahnya persepsi dan kebijakan Pemda. Kondisi kantor banyak yang
tidak memadai, lahan pertanian banyak yang tidak ada, bahkan yang tidak ada
listrik dan telepon. Akibatnya, berbagai program pengembangan BP yang telah
dijalankan tidak berjalan mulus, misalnya pengembangan cyber extension. Selain itu,
banyak kepala Balai Penyuluhan merangkap sebagai kepala UPT Dinas Pertanian,
sehingga beban pekerjaan menjadi berat. Peran pokok BPP dalam mengkoordinasikan,
mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan pembangunan pertanian di wilayah
kerja Balai tidak efektif.
Permentan Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pengelolaan Balai Penyuluhan, pada Bab II menyebutkan bahwa tugas BP ada enam yakni: (1) menyusun programa penyuluhan pada
tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota; (2)
melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) menyediakan dan
menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar; (4)
memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama; (5)
memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh
swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan (6) melaksanakan
proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha bagi
pelaku utama dan pelaku usaha. Sedangkan fungsi BPP adalah sebagai tempat
pertemuan untuk MEMFASILITASI pelaksanaan tugas Balai sebagaimana diamanatkan
Pasal 15 ayat (2) UU No 16 tahun 2006.
Pada intinya,
peran BPTP adalah memfasilitasi mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan
penyuluhan, penyediaan dan penyebaran informasi, pemberdayaan
dan penguatan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha,
peningkatan kapasitas penyuluh, pelaksanaan proses pembelajaran melalui
percontohan, dan model usaha tani. Untuk menjalankan peran ini, maka telah
disusun sarana minimal yang harus tersedia di Balai Penyuluhan. Sarana dimaksud
meliputi sarana keinformasian, alat bantu penyuluhan, peralatan administrasi,
alat transportasi, perpustakaan, dan perlengkapan ruangan. Dalam hal
lokasi, persyaratan lokasi bangunan BPP mestilah mudah dilihat oleh masyarakat,
mempunyai akses jalan, listrik dan telepon, mudah dikunjungi, dan letaknya di
sentra produksi pertanian.
Untuk menjadi
aktor utama pembangunan pertanian, dibutuhkan beberapa hal berikut: Satu,
Mengembangkan prasarana IT yang memadai (Cyber Extension) yang akan
membantu suplay informasi yang diperlukan bagi petani dan penyuluh, serta
sebaliknya memudahkan pelaporan data dan informasi dari lapang.
Permentan No 51 tahun 2009 Tentang Pedoman
Standar Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Penyuluhan Pertanian.
untuk kecamatan sarana yang semestinya tersedia untuk Pusat Informasi
mencakup komputer, display, kamera digital, Handycam, serta telepon
dan mesin fax. Lalu alat transportasi setidaknya tersedia kendaraan operasional
roda dua. Sedangkan untuk ruangan mesti tersedia ruang pimpinan,
administrasi/TU, Kelompok Jabatan Fungsional, aula atau ruang rapat,
perpustakaan, data dan system informasi, juga rumah dinas, sarana prasarana
pendukung, sumber air bersih, penerangan PLN dan genset, jalan lingkungan,
pagar dan lahan percontohan.
Dua, Dari sisi efektivitas diseminasi
teknologi, perlu diperhatikan research
extension linkage (REL) yakni dengan memperkuat keterkaitan
antara lembaga penelitian, penyuluh BPTP dan Lembaga Penyuluhan Pertanian.
Tiga, Menata hubungan kerja dengan
UPT/UPTD lingkup teknis dan camat sebagai HUBUNGAN KOORDINATIF, dan dengan pos
penyuluhan desa sebagai kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di desa berupa
hubungan yang bersifat PENDAMPINGAN dan KEMITRAAN.
Empat, Perlu dilakukan pemetaan
kelembagaan BPP sesuai klasternya. Jangkauan pelayanan penyuluh perlu dikaji
yakni berapa rasio penyuluh per hamparan atau jumlah petani yang ideal. Hal ini
akan menentukan pola manajemen di BP .
Lima, Dukungan SDM. Penyuluhan
tingkat kecamatan, yang dibeberapa negara disebut sebagai “district level” atau “sub
county level”
merupakan satu institusi yang dipandang strategis. Karena rentang kendali
manajemen, keluasan gegografis, kepaduan agribisnisnya. Penguatan BPP sebagai
kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan sesungguhnya merupakan perwujudan
dari salah satu azas penyuluhan modern dalam UU No 16 tahun 2006 tentang SP3
yakni azas desentraliasi ( decentralize agricultural functions).
Setidaknya ada dua jenis staf
di BPP, yakni penyuluh generalis (broad
set of skills) yang memahami dan memberi
saran teknis dan bisnis untuk berbagai cabang usaha pertanian, serta penyuluh
spesialis (specialists) sesuai dengan aspek value
chains. Penyuluh
spesialis dapat dari pihak swasta (private
sector), perguruan tinggi, lembaga
penelitian (research
institutions), NGO dan organisasi lain
yang dapat dikontrak secara temporal.
Enam, untuk mengintegrasikan sistem
agribisnis untuk meningkatkan dan mengembangkan motivasi pelaku utama
pertanian, perlu didukung oleh sistem informasi aktual dan dinamis
berkelanjutan. Untuk itu, jejaring sistem penyuluhan antar BPP harus mampu
mensinergikan sistem informasi agribisnis dan agroindustri melalui integrasi
sistem agribisnis antar wilayah.
*****
1 komentar:
Semakin semarak produk KTInya, .......Selamat maju terus........sy pesan buku vriabel, indikator.....ilmu soaial, penyuluh pertanian dunia dan bpp sebagai aktor utama lapangan. kirim ke Entis sutisna BPTP Sultra. jln muh Yamin no. 89. kendari TKS prof
Posting Komentar